BAB I
PENDAHULUAN
A.
Pendahuluan
Usaha
untuk mengembangkan olahraga saat ini semakin maksimal. Hal
ini ditunjukan oleh munculnya beberapa disiplin ilmu penunjang untuk kemajuan
olahraga khususnya. Pembinaan mental bagi atlet menjadi penting, untuk memenangkan
pertandingan dan menjadi juara. Para pelatih perlu memahami bagian ini yaitu
mengenal eksistensi individu sebagai subyek yang dibina.
Keberagaman atlet inilah yang disebut
eksistensi yaitu mengetahui apa adanya dan sifat-sifat ataupun hukum-hukum yang
sesuai dengan apa adanya pada subyek yang dibina. Pembinaan harus sesuai dengan
eksistensi atlet sebagai makhluk yang mempunyai jiwa dan raga, mahkluk sosial,
dan makhluk Tuhan dengan segala sifat dan hukumnya.
Sebelum
memberikan perlakuan pada atlit, maka perlu memahami eksistensi manusia secara
umum, dengan sifat-sifat yang tidak boleh diabaikan yang merupakan prinsip-prinsip
pembinaan bagi atlet,
sehingga latihan mental (mental training) yang diberikan pada atlet sesuai dengan apa
yang diharapkan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud
dengan disiplin?
2.
Apa yang dimaksud
dengan rasa percaya diri?
3.
Apa saja
jenis-jenis dari disiplin?
4.
Bagaimana cara
pembinaan displin dan rasa percaya diri dalam berlatih?
5. Sebutkan faktor yang menentukan kesiapan metal bagi atlet?
6. Bagaimana peran pelatih dalam membina kesiapan mental atlet?
C.
Tujuan
1.
Agar pembaca dapat
mengerti tentang displin.
2.
Agar pembaca dapat
mengetahui tentang rasa percaya diri.
3.
Agar pembaca dapat
mengerti jenis-jenis disiplin.
4.
Agar pembaca dapat
mengetahui cara pembinaan disiplin dalam berlatih?
5.
Agar pembaca dapat
mengerti faktor yang menentukan
kesiapan metal bagi atlet.
6.
Agar pembaca dapat
mengetahui peran pelatih
dalam membina kesiapan mental atlet.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Disiplin
Disiplin
yang diartikan dalam kaitannya dengan ancaman dan hukuman, dari sisi lain disiplin
juga erat kaitannya dengan pengawasan atau kontrol dan proses belajar. Prinsip mengontrol diri
sendiri merupakan hal yang penting dalam disiplin Atlet yang menunjukkan
kebiasaan slalu menepati ketentuan, peraturan dan nilai-nilai,berarti dapat
mengontrol diri sendiri untuk tidak melanggar ketentuan dan peraturan ataupun
nilai yang brelaku. Sebaliknya atlet yang tidak bisa mengontrol diri akan
sering melakukan sesuatu yang bertentangan atau melanggar ketentuan dan nilai.
Disiplin
ada hubungannya dengan sikap penuh rasa tanggung jawab, karena atlet yang
disiplin cenderung untuk menepati, mendukung dan mempertahankan nilai-nilai
yang diantutnya. Rasa tanggung jawab untuk memenuhi dan mematuhi dan mematuhi
nilai-nilai tersebut akan berkembang menjadi sikap dan berdampak panjang
terhadap kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, melalui program olahraga
dilingkungan pesantren atau di masyarakata merupakan program investasi
menyeluruh yang akan berdampak panjang hinggan manusia itu dewasa.
B.
Perkembangan Disiplin
Perkembangan disiplin yang mengandung kepatuhan atau
ketaatan pada nilai-nilai, terutama sekali dimulai sejak masa kanak-kanak,
peranan pada orang tua dan lingkungan pergaulan masa kecil sangat besar pengaruhnya
pada perkembangan disiplin anak selanjutnya.
Sesuai teori belajar maka pengaruh pendidikan akan besar
terhadap perkembangan sikap dan tingkah laku manusia. Tiga masalah utama dari
jenjang yang dianggap paling penting adalah Tidak adanya disiplin, Penggunaan
obat terlarang dan Kurikulum yang kurang baik
C.
Jenis-Jenis Disiplin
Menurut
Sudibyo setyobroto (1993) ada dua disiplin, yaitu disiplin semua dan disiplin
diri :
1. Disiplin
Semua
Disiplin
yang dilakukan atlet dalam salah satu kegiatan hanya karena terpaksa, takut
dihukum, hanya karena diperintah dan tanpa disertai kesadara, akan dapat
menimbulkan “disiplin semua”. Disiplin semua adalah sikap atlet yang tampaknya
selalu patuh dan menurut perintah,tetapi
karena tidak disertai kesendian psikologis dan tidak disertai kesadaran untuk
melakukan perintah-perintah.
2. Disiplin
Diri
Disiplin
yang ditanamkan atas dasar kesadaran dapat menumbuhankan disiplin diri atau
self discipline. Disini atlet apabila dikembangkan lebih lanjutkan menimbulkan
pemahaman dan kesadaran yang lebih mendalam untuk mematuhi segala nilai-nilai,
norma-norma dan kaidah-kaidah yang berlaku. Jadi atlet yang memiliki disiplin
diri sendiri sudah memiliki kesadaran untuk melatih sendri
D.
Metode Menerapkan Disiplin dalam Berlatih
Penanaman
diri harus dilandasi pengertian pokok mengenai disiplin, yang intinya menanamkan
kepatuhan yang disadarkan atas pemahaman dan kesadaran, serta rasa tanggung
jawab, serta kesanggupan menguasai diri dan lebih mengutamakan orang lain. Disiplin “self control
“ adalah disiplin yang tumbuh karena kesadaran dan penguasaan diri, jadi mengawasi
kemungkinan tindakan penyeleweng pada diri sendri. Secara bertahap
menumbuhkan disiplin atlet, dapat dimulai dengan menumbuhkan disiplin “under
control”, yaitu disiplin dengan pengawasan dari luar, yang dilakukan oleh
pelatih dan petugas, yaitu disiplin yang didasarkan atas penguasaan diri untuk
tidak melanggar ketentuan dan peraturan, sesudah memiliki pemahaman dan
kesadaran akhirnya atlet disebut akan penuh pada norma-norma.
Disiplin
bukan sikap yang dibawa sejak lahir, meskipun sifat-sifat kepribadian sejak
lahir juga akan ikut menentukan. Disiplin latihan merupakan salah satu aspek
psikologis yang sangat penting bagi atlet. Menurut Sudibjo, disiplin seseorang
terlihat dari kesediaan untuk mereaksi dan bertindak terhadap nilai-nilai yang
berlaku. Disiplin latihan atlet adalah kesadaran dan ketaatan atlet terhadap
ketentuan-ketentuan dan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan latihan.
E.
Peran Pelatih dalam Menerapkan Displin pada Atlet
Hubungan pelatih dengan atlet merupakan hal yang sangat
penting dan terbentuknya disiplin yang baik dan yang buruk. Cara-cara otoriter
dengan paksaan atau hukuman akan berdampak buruk terhadap penampilan atlet.
Disiplin yang kaku, dalam bentuk apapun akan dapat menghasilkan ketidakpuasan,
bahkan dapat menimbulkan pemberontakan terhadap pemegang kekuasaan.
Menurut Tutko dan Ricards (1975) yang cukup menarik
mengenai sikap pelatih, bagaimana seorang pelatih menghadapi atlet yang
ragu-ragu menjadi anggota team. Sebagai pelatih harus memiliki sikap tegas
untuk dapat membawakan pengaruhnya sehingga atlet bersikap dewasa, menerima
peraturan dengan penuh kesadaran. Pelatih harus mempunyai konsepsi yang mantap,
menguasai prinsip-prinsip pokok untuk menumbuhkan disiplin, harus dapat
mengarahkan kearah tindakan-tindakan yang positif-kontruktif memberi bimbingan
apabila diperlukan, dan mengawasi kemungkinan terjadinya pelanggaran terhadap
peraturan dan ketentuan-ketentuan yang berlaku.
F.
Pengertian Rasa Percaya Diri
Apa
yang terjadi jika seorang atlet merasa kehilangan kepercayaan dirinya? Kalah
sebelum bertanding mungkin akan menjadi hasil yang di dapat. Namun, bagaimana
jika ada atlet mempunyai rasa percaya diri yang berlebih? Kekalahan akan
membuatnya runtuh seketika.
Salah
satu modal utama dan syarat mutlak untuk mencapai prestasi olahraga yang
gemilang adalah memiliki rasa percaya diri (self
confidence atau confidence in oneself).
Menurut Hornby (dalam Husdarta, 2010: 92) percaya diri berarti rasa percaya
diri terhadap kemampuan atau kesanggupan diri untuk mencapai prestasi tertentu.
Atlet yang merasa tidak percaya diri, atau sering disebut diffident,
merupakan akibat dari ketidakyakinannya pada kemampuan yang dia miliki. Atlet
tersebut mempersepsi dirinya terlalu rendah sehingga kemampuan optimalnya tidak
tampak. Dengan kata lain, atlet tersebut meremehkan dirinya sendiri. Untuk
kasus seperti ini, sebuah kesalahan kecil akan menimbulkan malapetaka, karena
akan mengukuhkan persepsi tentang ketidakmampuannya.
Kasus
yang tidak kalah merugikannya adalah ketika seorang atlet mempunyai kepercayaan
diri yang melampaui batas atau overconfidence. Dengan kata lain, atlet
tersebut mempunyai keyakinan yang terlalu berlebih mengenai kemampuan aslinya
(Wann, 1997). Overconfidence inipun tidak kalah berbahaya dari
kekurangan rasa percaya diri. Akibat kepercayaannya yang tidak sesuai dengan
kondisi nyata, atlet tersebut akan cenderung untuk mengurangi atau bahkan malas
berlatih. Efeknya adalah penurunan performa pada saat kompetisi. Dan karena
atlet dengan rasa percaya diri yang berlebihan ini biasanya tidak pernah
membayangkan kekalahan, maka pada saat harus menerima kekalahan yang muncul
adalah rasa frustasi yang berlebihan. Over
confidence atau percaya diri yang berlebih dapat berakibat kurang
menguntungkan terhadap atlet karena dengan tumbuhnya over confidence muncul
pula rasa dan pikir “menganggap enteng” lawan. Di sisi lain over confidence dapat menyebabkan
seseorang atlet mudah mengalami frustasi jika atlet tersebut dikalahkan oleh
lawannya. Seperti halnya over confidence,
lack confidence atau kurang percaya
diri terhadap kemampuan diri dapat berakibat tidak baik. Seorang atlet yang
memiliki lack confidence tidak dapat
mencapai tangga juara, karena sasaran atau target yang ditetapkan lebih rendah
dari kemampuan yang dimilikinya.
Oleh
karena itulah, seorang atlet harus tetap menjaga rasa percaya dirinya (self
confidence) pada titik yang optimal. Mereka harus memandang secara rasional
kemampuannya. Seorang atlet yang mempunyai rasa percaya diri optimal biasanya
mampu menangani situasi yang sulit dengan baik. Mereka akan mengembangkan sikap
yang rasional, mau bekerja keras, melakukan persiapan yang memadai dan juga
mempunyai banyak alternatif untuk memecahkan kesulitan yang muncul (Dosil,
2006).
G.
Manfaat Rasa Percaya Diri
Percaya diri seseorang ditandai dengan harapan
keberhasilan yang tinggi. Hal ini dapat membantu individu untuk membangkitkan
emosi positif, memfasilitasi konsentrasi, menetapkan tujuan, meningkatkan
usaha, fokus strategi permainan, dan mempertahankan momentum. Pada intinya,
kepercayaan diri dapat mempengaruhi perilaku dan kognisi.
Percaya diri membangkitkan emosi positif. Ketika
seseorang merasa percaya diri. Orang tersebut lebih mungkin untuk tetap tenang
dan santai dibawah tekanan. Keadaan pikiran dan tubuh memungkinkan untuk
menjadi agresif dan tegas ketika hasil kompetisi terletak pada keseimbangan.
Percaya
diri mempengaruhi tujuan. Orang yang percaya diri cenderung menetapkan tujuan
yang menantang dan aktif menggapainya. Keyakinan kemungkinkan seseorang untuk
meraih bintang-bintang dan menyadari potensi yang dimilikinya. Orang yang tidak
percaya diri cenderung menetapkan tujuan mudah dan tidak pernah memaksakan
diri.
Percaya diri mempengaruhi strategi permainan. Orang dalam
olahraga biasanya merujuk “ bermain untuk menang “ atau sebaliknya. “ bermain
untuk tidak kalah ”. atlet yang percaya diri cenderung bermain untuk menang:
biasanya atlet tidak takut untuk mengambil resiko, dan sehingga dapat
menguasai/mengotrol kompetisi untuk keuntungannya. Ketika atlet tidak percaya
diri, mereka sering bermain untuk tidak kalah: paa keadaan tersebut, atlet
mencoba untuk menghindari membuat kesalahan.
Percaya diri mempengaruhi momentum psikologis. Atlet dan
pelatih merujuk pada pergeseran momentum sebagai penentu kritis menang dan
kalah. Mampu menghasilkan momentum positif atau membalikkan momentum negatif
adalah aset penting. Keyakinan tampaknya menjadi unsur yang sangat penting alm
proses ini. atlet yang percaya diri timbul dari dalam dirinya cenderung tidak
pernah menyerah.
H.
Model Percaya Diri dalam Olahraga
Pada poin-poin sebelumnya telah membahas aspek-aspek yang
berbeda dari kepercayaan diri dalam olahraga, sekarang saatnya untuk meletakkan
segala sesuatu bersama-sama dengan model percaya diri dalam olahraga. Vealey
dan rekan-rekannya (Vealey 1989,2001
Vealey; hayashi, Garner-Holman, & Giacobbi, 1998) dalam Weinberg &
Gould (2007:326) model percaya diri dalam olahraga memiliki empat komponen:
a.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi kepercayaan diri dalam olahraga. Dugaaan bahwa budaya adalah
sebuah organisasi serta karakteristik demografi dan kepribadian mempengaruhi
percaya diri dalam olahraga.
b.
Sumber-sumber
percaya diri dalam olahraga. Seperti dijelaskan dalam poin “sumber-sumber
Percaya Diri dalam Olahraga” sejumlah sumber yang diduga mendasari dan
mempengaruhi kepercayaan diri dalam olahraga.
c.
Konstruksi percaya
diri dalam olahraga. Berdasarkan gagasan ini, kepercayaan diri didefinisikan
sebagai kepercayaan atau tingkat kepastian bahwa individu memiiki kamampuan tentang
dirinya untuk menjadi sukses dalam olahraga.
d.
Konsekuensi percaya
diri dalam olahraga. Konsekuensi ini mengacu pada atlet berupa mempengaruhi
(A), perilaku (B), kognisi (C), segitiga ABC. Konsekuensi ini adalah dugaan
bahwa tingkat kepercayaan atlet dalam olahraga akan terus saling mempengaruhi
tiga unsur.
I.
Sumber Rasa Percaya Diri dalam Olahraga
Peran peneliti telah mengidentifikasi sembilan sumber
kepercayaan diri khusus untuk olahraga. Kesembilan sumber terbagi menjadi tiga
kategori umum yaitu : prestasi, pengaturan diri, dan iklim. Adapun kesembilan
sumber itu sebagai berikut :
1.
Penguasaan :
mengembangkan dan meningkatkan keterampilan.
2.
Demonstrasi
kemampuan : menunjukan kemampuan dengan memenangkan dan mengalahkan lawan.
3.
Persiapan mental
dan fisik tetap fokus pada tujuan yang sedang dipersiapkan untuk memberikan
upaya maksimal.
4.
Presentasi fisik :
perasaan yang baik tentang tubuh dan berat badan.
5.
Dukungan sosial :
mendapatkan dorongan dari rekan satu tim, pelatih, dan keluarga.
6.
Kepemimpinan
pelatih : percaya dengan keputusan pelatih dan percaya pada kemampuannya.
7.
Pengalaman yang
mewakili: melihat atlet lain melakukan/mencapai keberhasilan.
8.
Kenyamanan
lingkungan: perasaan nyaman dalam lingkungan dimana atlet tersebut akan tampil.
9.
Mensituasikan
keadaan untuk sukses: saat istirahat melihat kedepan (berkhayal) bahwa segala
sesuatu akan terjadi.
J.
Cara Meningkatkan Rasa Percaya Diri
Dalam
olahraga hasil yang pernah di capai mempengaruhi rasa percaya diri atlet. Jika
atlet sering mengalami kemenangan, atlet tersebut akan lebih percaya diri.
Sebaliknya apabila atlet sering mengalami kekalahan, atlet tersebut dapat
mengalami kurang percaya diri. Karena itu penting untuk memberikan latihan yang
sebaik-baiknya pada atlet agar atlet merasa menuntaskan tugas latihannya dengan
baik, dan merasa untuk mampu mengendalikan keterampilannya dengan baik pula.
Untuk itu program latihan perlu di susun sedemikian rupa sehingga atlet secara
bertahap dapat menyelesaikan tugas-tugas latihannya dengan benar. Apabila atlet
telah menyelesaikan setiap tahapan tugasnya dengan baik, atlet akan merasa
lebih percaya diri karena telah mampu menyelasaikan tugas sesuai dengan
sasarannya, dan kepercayaan dirinya akan lebih meningkat.
Kepercayaan diri
merupakan elemen penting yang memengaruhi penampilan seorang atlet. Percaya
diri sendiri sering diartikan sebagai gambaran atas kemampuan pribadi yang
berkaitan dengan tujuan tertentu. Atau dalam definisi yang lain, kepercayaan
diri keyakinan atau tingkat kepastian yang dimiliki oleh seseorang tentang
kemampuannya untuk bisa sukses dalam olahraga (Wann, 1997). Artinya ada unsur
keyakinan akan kemampuan diri yang bersinggungan dengan kondisi riil
pertandingan atau tujuan yang akan dicapai.
Ada
banyak aspek yang dapat meningkatkan rasa percaya diri seorang atlet. Yang
paling sering ditemui adalah keberhasilan atau prestasi yang diraih sebelumnya.
Dalam kasus
sepakbola, kemenangan-kemenangan di pertandingan sebelumnya sering dijadikan
pelecut yang memompa kepercayaan diri pemain. Dengan kata lain, kemenangan
pertandingan sebelumnya dapat meningkatkan rasa percaya diri pemain untuk
pertandingan selanjutnya.
Selain
itu, aspek lain yang berpengaruh adalah penguasaan teknik dan skill yang
diperlukan. Beberapa waktu yang lalu, Chris John menyatakan kesiapan serta
keyakinannya untuk mengalahkan Petinju dari Jepang atas dasar latihannya yang
keras untuk mempunyai pukulan yang mematikan. Dalam hal ini, Chris John merasa
telah menguasai sebuah keterampilan atau skill yang dibutuhkan untuk
mengalahkan lawan-lawannya. Hal lain yang mempengaruhi kepercayaan diri seorang
atlet adalah konsep diri. Konsep diri merupakan sebuah gambaran mengenai
dirinya sendiri. Konsep diri seringkali disebut sebagai self perception.
Gambaran dan keyakinan mengenai siapa diri kita sangat menentukan rasa percaya
diri seseorang.
Penjelasan
di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya kepercayaan diri itu adalah
sesuatu yang lentur dan sangat rentan dengan perubahan. Kekalahan demi
kekalahan, komentar yang buruk dari lingkungan maupun media, atau bahkan
kesalahan dalam memersepsi kemampuan diri bisa jadi menjadi faktor ambruknya
rasa percaya diri seorang pemain atau atlet.
Weinberd
dan Gould (dalam Satiadarma, 2000:245) menjelaskan bahwa rasa percaya diri
memberi dampak positif pada hal-hal dibawah ini
1.
Emosi
Jika seseorang memiliki rasa percaya
diri yang tinggi, maka orang tersebut
akan lebih
mudah mengendalikan dirinya didalam suatu keadaan yang menekan, dan juga dapat menuasai dirinya
untuk bertindak tenang dan dapat menentukan saat yang tepat untuk melakukan
suatu tindakan.
2. Konsentrasi
Dengan memiliki rasa percaya diri yang
tinggi, seseorang individu akan lebih mudah memusatkan perhatiannya pada hal
tertentu tanpa merasa khawatir akan hal-hal lainnya yang mungkin akan
merintangi rencana tindakannya.
3.
Sasaran
Individu dengan rasa percaya diri yang
tinggi cenderung untuk mengarahkan tindakannya pada sasaran yang cukup
menantang, karenanya juga ia akan mendorong dirinya sendiri untuk berupaya
lebih baik.
4.
Usaha
Individu dengan rasa percaya diri yang
tinggi tidak mudah patah semangat atau frustasi dalam berupaya meraih
cita-cianya.Strategi. Individu dengan rasa percaya diri yang tinggi cenderung
terus berusaha untuk mengembangkan berbagai strategi untuk memperoleh hasil
usahanya.
5.
Momentum
Dengan rasa percaya diri yang tinggi,
seseorang individu akan merasa lebih tenang, ulet, patah semangat, terus
berusaha mengembangkan strategi dan membuka berbagai peluang bagi dirinya
sendiri.
K.
Bentuk
Pemain yang
Percaya Diri
Percaya
diri dalam sepakbola dan semua cabang olahraga lain merupakan salah satu elemen
penting. Hal ini terutama untuk menunjang penampilan yang optimal. Para ahli
mendefinisikan percaya diri sebagai tingkat keyakinan individu yang berkaitan
dengan kemampuannya dalam melakukan sesuatu dan untuk meraih keberhasilan.
Tidak hanya keberhasilan secara individu. Kepercayaan diri ini akhirnya juga
berkaitan dengan keberhasilan tim secara keseluruhan.
a.
Waspadai Penyebab
Tim
yang terus menerus didera kekalahan pasti akan menimbulkan efek ambruknya rasa
percaya diri seluruh tim. Dalam sepakbola, ada banyak faktor yang menyebabkan
hilangnya rasa percaya diri ini. Ketidakmampuan menyelesaikan tugas, gagal
berperan dalam tim, cidera, sampai persoalan pribadi, merupakan penyebab
runtuhnya rasa percaya diri.
Seorang
pelatih harus menguasai benar faktor-faktor penyebab ini. Seorang pelatih yang
tidak menguasai, seringkali justru menyebabkan pemain menjadi lebih tidak
percaya diri. Pelatih yang hanya bisa marah-marah tanpa bisa memberi solusi
akan menyebabkan pemain kebingungan. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari
pemain seperti “apa yang salah dengan diriku?” atau “apa aku kurang bagus?”
akan mengakibatkan ketidakmampuan menguasai diri. Akhirnya kesalahan demi
kesalahan akan muncul. Runtuhnya kepercayaan diri ini akan mengakibatkn
permorfa yang jeblok.
Faktor
cidera juga menjadi salah satu momok. Selain membuat turunnya kualitas fisik,
cidera juga akan membuat para pemain selalu dihantui oleh ketakutan akan
berulangnya peristiwa dia alami. Ketakutan ini akan membuat pemain tidak
percaya diri lagi. Efeknya pemain tersebut tidak akan bisa tampil maksimal.
Ketidakseimbangan antara program latihan dengan keadaan riil pemain juga
membuat pemain menjadi tidak percaya diri. Buatlah program yang mendorong
pemain untuk mencapai level ketrampilan yang lebih tinggi. Tapi harus diingat
program latihan juga harus tetap bisa dilakukan para pemain.
Pemain yang selalu gagal dalam melakukan tugas latihan
akan mempunyai perasaan tidak mampu. Shooting yang terus-menerus tidak tepat
sasaran, atau latihan fisik disaat para pemain kelelahan akan membuat pemain
menganggap dirinya tidak cukup bagus. Hal inilah yang menimbulkan turunnya rasa
tidak percaya diri. Selain unsur-unsur yang berkaitan dengan hal teknis,
faktor pribadi juga menjadi penyebab yang cukup besar. Kehilangan orang yang
disayangi seringkali membuat pemain terjebak dalam kesedihan. Kesedihan ini
juga akan menimbulkan turunnya performa permainan. Untuk itu seorang pelatih
harus benar-benar mengusai keadaan psikologis setiap pemain. Ucapan-ucapan dari
pelatih, seringkali merupakan bumerang terhadap pemain. Ucapan negatif
merupakan sebuah hukuman bagi pemain. Pemain yang melakukan kesalahan akan
merasa semakin bersalah dengan tambahan ucapan pelatih yang melemahkan. Untuk
itu hindari ucapan-ucapan yang negatif. Untuk mengomentari pemain yang
melakukan kesalahan, pelatih harus memilih kata-kata yang lebih bersifat
mendorong. Ucapan-ucapan seperti “kamu bodoh!”, “pakai mata dong!” atau “gimana
sih, gitu aja nggak bisa?” merupakan beberapa contoh ucapan negatif yang justru
akan membuat pemain merasa tidak mampu.
b.
Bangun
dari Latihan
Sebenarnya pemain yang mengalami penurunan kepercayaan
diri bisa dilihat dengan jelas. Tanda-tanda ini bisa dilihat baik dari
ucapan-ucapan atau gerakan-gerakan tubuh yang muncul dari pemain. Koordinasi
gerak yang kacau, murung atau bahkan menjadi pemarah adalah beberapa dari tanda
itu. Pemain dengan kepercayaan diri tinggi juga memunculkan tanda yang jelas
bisa dilihat. Beswick (psikolog olah raga dari Inggris) mengungkapkan beberapa
ucapan atau gerak tubuh pemain yang mempunyai kepercayaan diri tinggi. Berikut
ini tanda-tanda orang sedang dalam kepercayaan diri tinggi.
1.
Keyakinan
diri tinggi- dengan perkataan “saya bisa melakukannya”
2.
Kesan
positif dari gerak tubuh, misalnya reaksi terhadap bola yang lebih baik
3.
Menikmati
kompetisi dan proses latihan
4.
Tidak
merasa khawatir akan gagal
5.
Tenang,
terkendali, berkonsentrasi dan kontrol diri yang tinggi
6.
Tidak
berusaha menjadi lebih mengesankan dibanding yang lain
7.
Memahami
kekuatan dan kelemahan diri dan menerima apa adanya
c.
Jaga Ucapan
Seperti
diungkapkan di atas, tidak jarang pelatih yang merasa jengkel akan mengeluarkan
ucapan-ucapan untuk mengekspresikan kejengkalannya. Namun, seringkali ucapan
ini menyebabkan pemain merasa tidak berguna. Harus diingat bahwa
pemain menganggap pelatih sebagai sosok yang paling tahu kondisinya. Ucapan
yang negatif akan dianggap sebagai sebuah informasi bahwa pemain tersebut
memang jelek. Untuk itu pelatih harus bisa menjaga ucapan-ucapannya. Hal ini
terutama pada saat latihan.
Latihan
harus benar-benar dijadikan proses pengembangan, baik teknik maupun kepribadian
pemain. Pelatih harus berfungsi sebagai motivator pada saat latihan maupun
pertandingan. Jangan sampai pelatih terlihat sebagai hakim yang menghukum
pemain yang salah melakukan gerakan. Ucapan-ucapan yang menyiratkan kebodohan
pemain harus dihindari. Sebaliknya ungkapan itu harus muncul sebagai ucapan
yang bersifat memberi motivasi. Ada dua jenis ucapan yang keluar dari pelatih.
Yaitu itu kritikan atau pujian. Kritikan muncul karena pemain gagal melakukan
sesuatu. Kritik terhadap pemain harus dilakukan dengan positif. Misalnya “kamu
bisa melakukan yang lebih baik”, atau “kamu harus belajar gerakan itu dengan
lebih giat”, atau “ayo tunjukkan kemampuan terbaikmu!” Pujian memang harus
sering keluar dari mulut pelatih, namun perlu diingat, pujian yang terlalu berlebih
akan menciptakan pemain yang sombong. Pemain yang terlalu sombong akan lupa
dengan keadaan dirinya. Sehingga dia akan muncul sebagai pemain yang egois dan
sok. Ini akan merugikan tim secara
keseluruhan.
Pujian harus dilakukan secara proporsional. Pujian akan
lebih baik jika diberikan langsung berkaitan dengan kemampuan teknis. Misalnya,
“akurasi yang bagus!”, “bagus..memang harus sekeras itu!”, “ya..posisi itu yang
tepat!” dan sebagainya.
d. Peran Orang Tua
Sebagai manusia, pemain juga pasti mempunyai persoalan-persoalan
pribadi. Persoalan-persoalan ini sering berpengaruh dalam penampilan. Masalah
seperti kehilangan orang tua, kehilangan pacar atau mendapat musibah berpotensi
besar menurunkan performa pemain. Dalam hal ini pelatih harus tanggap. Pelatih harus
bisa menjadi teman ketika para pemain merasa sedih. Atau paling tidak pelatih
harus bisa membangun tim dengan suasana kekeluargaan, sehingga para pemain
tidak merasa ditinggal ketika sedang sedih. Pelatih harus bisa membuat pemain
yang sedang sedih kembali termotivasi untuk berprestasi. Hal ini hanya bisa
dilakukan jika pelatih memahami para pemainnya dengan baik. Kontribusi orang
tua juga tidak bisa dianggap sepele. Orang tua adalah orang yang sangat
berpengaruh terhadap pemain. Orang tua harus mengarahkan tujuan dan kemampuan
anak-anaknya. Jangan sampai orang tua justru memberikan tekanan-tekanan yang
berlebihan pada anak-anaknya. Para pemain muda masih sangat rentan dengan
pengaruh-pengaruh dari lingkungan. Seringkali para pemain terpengaruh untuk cepat
berprestasi dengan cara-cara instan. Seperti penggunaan obat-obatan atau
berbuat curang di lapangan.
Orang tua harus bisa memberikan keyakinan bahwa
satu-satunya jalan untuk sukses adalah berlatih dengan benar. Selain itu orang
tua juga harus bisa membuat anak-anaknya yakin dengan dirinya sendiri. Orang
tua juga harus mampu berperan sebagai teman ketika para pemain merasa tidak
percaya diri lagi. Selain itu, pemain sendiri juga harus belajar bagaimana
mengontrol dirinya sendiri. Pemain harus bisa melihat keadaan dirinya dengan
lebih objektif. Belajar untuk memahami diri dan lingkungan menjadi sangat
penting. Tujuan pribadi, seperti mengapa mereka bermain sepakbola, untuk apa
berlatih, mengendalikan emosi dan sebagainya harus dipahami dengan benar.
Pemain yang merasa dirinya paling hebat akan merasa
tertekan jika suatu saat dia mengalami kegagalan. Pemain harus terbiasa melihat
situasi dengan objektif. Tidak gampang mengambil kesimpulan dan tidak mudah menyerah. Untuk membantu
menciptakan pemain yang seperti ini latihan-latihan tambahan juga perlu
diberikan. Latihan-latihan yang bersifat membangun mental merupakan salah satu
cara yang saat ini banyak ditempuh. Tentu saja peran profesional seperti
psikolog atau motivator atlet perlu dipertimbangkan. Latihan-latihan seperti
Relaksasi, Mental Imagery, atau latihan team building perlu dicoba untuk
diterapkan. Memang untuk bisa sukses akan timbul persoalan-persoalan di tengah
jalan. Pemain yang semakin sering mendapat sorotan karena prestasinya mempunyai
potensi gangguan yang lebih besar. Hilangnya rasa percaya diri hanyalah salah
satu masalah yang mungkin timbul. Namun dengan koordinasi semua pihak dan
program klub maupun latihan yang rapi akan menciptakan pemain yang mempunayi
kepercayaan diri tinggi tidak mudah menyerah.
Weinberd
dan Gould (dalam Satiadarma, 2000:253) mengemukakan bahwa untuk meningkatkan
rasa percaya diri seorang atlet dibutuhkan
a. Penyelesaian
akhir (pencapaian hasil)
b. Berperilaku
penuh percaya diri
c. Berfikir
dengan penuh percaya diri
d. Menggunakan
latihan imagery untuk meningkatkan
rasa percaya diri.
e. Mengkondisikan
kemampuan dan keterampilan fisik
f. Melakukan
persiapan yang cukup
Sehingga dapat di ambil kesimpulan bahwa
untuk sampai pada tangga juara yang paling tinggi seorang atlet harus penuh
percaya diri atau full confidence,
karena sikap mental yang seperti ini akan sangat membantu atlet dalam proses
adaptasi menghadapi ketegangan yang berlebihan, memantapkan dalam menjaga emosi
yang timbul, berusaha mencapai target yang ditetapkan sendiri, dan
menghindarkan atlet dari perasaan frustasi karena kegagalan.
e. Peran
Psikolog
Untuk
olahraga-olahraga tim, peran pelatih barangkali mempunyai keterbatasan yang
disebabkan oleh jumlah pemain yang cukup banyak. Dari kondisi tersebut, pelatih
seringkali mempunyai kesulitan dalam mengenali satu persatu kondisi mental para
pemainnya. Untuk itulah para pelatih sebaiknya didampingi oleh seorang psikolog
olahraga yang bertugas untuk membantu memberi masukan dan memahami para pemain
satu demi satu.
Psikolog
dapat berperan lebih aktif dalam peningkatan rasa percaya diri atlet ini dengan
memberi masukan kepada pelatih mengenai kondisi kejiwaan masing-masing pemain.
Selain itu, seorang psikolog juga harus mampu segera memberi analisis dan saran
perlakukan seandainya ada pemainnya yang merasa tidak percaya diri.
Selain itu, yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan
teknik imagery training. Imagery training adalah visualisasi
mental yang berkaitan dengan tugas atau pertandingan yang akan berlangsung.
Dalam imagery training, seorang pemain diajak untuk membayangkan secara
langsung suasana dan situasi pertandingan yang akan dihadapi. Mulai dari lawan,
penonton, hingga kesulitan-kesulitan yang kira-kira akan muncul dalam
pertandingan.
Tujuan dari imagery training adalah agar
atlet/pemain mempunyai gambaran yang lebih riil mengenai kemampuannya,
masalah-masalah yang mungkin akan timbul sehingga dia bisa segera mencari
solusi, atau mungkin suasana penonton yang bisa jadi akan melakukan teror.
Dengan gambaran-gambaran lebih nyata ini, para atlet akan mampu bersikap dan
mengambil tindakan sesuai dengan kebutuhan dalam konteks memenangkan
pertandingan.
L.
Kesiapan
Mental Bagi Para
Atlet
Stress sebelum bertanding adalah hal
yang lumrah, namun mampu mengelola stress atau tidak adalah sebuah kemampuan
yang harus ditumbuhkan. Stress bisa jadi pemicu semangat dan motivasi untuk
maju, namun stress berlebihan bisa berdampak negatif. Tanpa kesiapan mental,
sang atlet akan sulit mengubah energi negatif
(misal, yang dihasilkan dari keraguan penonton terhadap kemampuan sang atlet)
menjadi energi positif (motivasi untuk berprestasi) sehingga akan menurunkan
performancenya (dengan gejala-gejala sulit berkonsentrasi, tegang, cemas akan
hasil pertandingan, mengeluarkan keringat dingin, dan lain-lain). Bahkan sangat mungkin jika sang
atlet terpengaruh oleh energi negatif para penonton.
M.
Faktor
Penentu Kesiapan
Metal Bagi Atlet
Urusan
energi dan emosi begitu signifikan dampaknya bagi prestasi dan penampilan sang
atlet, sementara itu para atlet tidak
bisa mensterilkan atlet dari masalah yang datang dan pergi dalam kehidupannya.
Namun jika ditelaah, rupanya menurut Nasution (2007) ada beberapa faktor yang
menentukan mudah tidaknya seorang atlet terpengaruh oleh masalah.
1.
Berpikir positif
Bisa
atau tidaknya seorang atlet berpikir positif, bisa mempengaruhi mentalitasnya
di lapangan. Kemampuan menemukan makna dari tiap peluang, event, situasi, serta
orang yang dihadapi adalah cara untuk menimbulkan pikiran positif. Sering
terdengar bahwa pemain A atau B tidak terduga bisa memenangkan pertandingan
padahal targetnya adalah berusaha main sebaik mungkin. Alasannya, karena
lawannya bagus dan pertandingan ini jadi moment penting untuk meng up grade
kualitas diri dan permainannya. Artinya, sang atlet mampu melihat sisi lain
yang membuat dirinya tidak terbebani ambisi. Pikiran rileks dan fokus pada permainan
berkualitas akhirnya mempengaruhi sikap atlet tersebut saat bertanding, dimana jadi
berhati-hati dan cermat dalam proses, dan tidak grasah grusuh ingin cepat-cepat
mencetak skor.
Pikiran positif bisa
menggerakkan motivasi yang tepat, sehingga mengeluarkan besaran energi dan
tekanan yang tepat untuk menghasilkan tindakan konstruktif. Dampaknya bisa
beragam, bisa kerja sama yang baik, performance yang optimum, atau pun
kemenangan.
2. Motivasi
Tingkat
motivasi dan sumber motivasi atlet akan mempengaruhi daya juangnya. Jika kurang termotivasi,
otomatis daya juangnya pun kurang. Jika
highly motivated, maka daya juangnya juga tinggi. Kalau sumber motivasi ada di luar
(ekstrinsik), maka kuat lemahnya daya juang sang atlet pun sangat situasional,
tergantung kuat lemah pengaruh stimulus. Contoh, makin besar hadiahnya, makin
kuat daya juangnya. Makin kecil hadiahnya, makin kecil usahanya.
Yang
paling baik jika sumber motivasi ada di dalam diri, tidak terpengaruh cuaca
apalagi iming-iming hadiah. Atlet yang memiliki motivasi berprestasi tinggi,
maka sejak awal berlatih dia sudah secara konsisten dan persisten mengusahakan
yang terbaik. Kepuasannya terletak pada keberhasilannya untuk mencapai yang
terbaik di setiap tahap proses latihan, bukan hanya saat bertanding. Masalah
yang ada pasti punya pengaruh, namun selama motivasi internalnya kuat, atlet
tersebut mampu untuk sementara waktu menyingkirkan beban emosi yang dirasa
memperberat gerakannya.
3. Sasaran
yang jelas
Mengetahui
sejauh mana dan setinggi apa sasaran yang harus dicapai, mempengaruhi tingkat
daya juang, usaha dan kualitas tempur atlet. Sementara, ketidakpastian bisa
melemahkan motivasi. Ketidakpastian ini bentuknya beragam. Kalau tidak jelas
siapa musuhnya, sasarannya, medan perangnya, tingkat kesulitannya, targetnya,
waktunya, akan membuat sang atlet kebingungan dan energi nya juga tidak fokus,
strategi nya pun tidak spesifik dan standar kualitas nya jadi tidak bisa
ditentukan, bisa terlalu rendah bisa juga terlalu tinggi. Dalam keadaan
membingungkan seperti ini, atlet jadi sangat rentan terhadap masalah.
4. Pengendalian
emosi
Ketidakmampuan
mengendalikan emosi bisa mengganggu konsentrasi dan keseimbangan fisiologis.
Pengendalian emosi tidak bisa muncul dalam semalam, karena sudah menjadi bagian
dari kepribadian atlet. Hal ini bukan berarti tak bisa dirubah, namun perlu
proses untuk mengembangkan kemampuan mengelola emosi dengan proporsional. Jadi,
jika atlet tersebut masih
punya masalah dalam pengendalian emosi, maka atlet tersebut lebih mudah terstimulasi oleh
berbagai masalah apapun bentuknya, entah itu kelakuan penonton / supporter,
sikap pelatih, tindakan teman-temannya.
5. Daya
tahan terhadap stress
Jika
tingkat stres berada di atas ambang kemampuan sang atlet dalam memanage
stresnya maka akan mengakibatkan prestasi atlet menurun, namun jika tingkat
stres berada dibawah ambang maka atlet tidak akan termotivasi untuk
berprestasi. Jika tingkat stres berada pada level toleransi kemampuannya maka
atlet akan mampu berprestasi.
6. Rasa
percaya diri
Kurangnya
rasa percaya diri akan mempengaruhi keyakinan dan daya juang sang atlet.
Masalah yang muncul saat berlatih maupun bertanding bisa saja memperlemah rasa
percaya dirinya, meski sang atlet sudah berlatih dengan baik. Apalagi jika
masalah yang dihadapi berkaitan dengan konsep dirinya. Misalnya, sang atlet
selalu memandang dirinya kurang baik, kurang sempurna, maka seruan
"uuuuuu" penonton bisa dianggap konfirmasi atas kekurangan dirinya,
meskipun pada kenyataannya atlet tersebut tergolong berprestasi.
7. Daya
konsentrasi
Atlet
yang punya kemampuan konsentrasi tinggi, cenderung mampu mempertahankan performance meski ada gangguan,
interupsi atau masalah. Kalau daya konsetrasi atlet rendah, maka ia mudah
melakukan kesalahan jikalau terjadi interupsi baik saat latihan maupun
pertandingan.
8. Kemampuan
evaluasi diri
Kemampuan
evaluasi ini juga diperlukan untuk melihat hubungan antara masalah dengan performance-nya. Tanpa kemampuan untuk
melihat ke dalam, atlet akan terjebak dalam masalah dan kesalahan yang
berulang.
9. Minat
Jika
atlet memang memiliki minat yang tinggi pada cabang olahraga yang dipilihnya
maka atlet tersebut akan melakukan
olahraga tersebut sebagai suatu kesenangan bukan sebagai beban.
10. Kecerdasan
(emosional dan intelektual)
Kecerdasan
emosional dan intelektual merupakan elemen yang dapat memproduksi kemampuan
berpikir logis, obyektif, rasional serta memampukannya mengambil hikmah yang
bijak atas peristiwa apapun yang dialami atau siapapun yang dihadapi.
N.
Peran
Pelatih dalam Membina Kesiapan Mental Atlet
Tidak
ada jalan pintas untuk membina kesiapan mental seseorang termasuk atlet, dan
tidak ada jalan pintas bagi atlet untuk sampai pada prestasi puncak. Perlu
kerja sama yang baik antara at let
dengan Pembina atau pelatihnya. Menurut Karyono (2006), pelatih diharapkan
menjadi konselor yang mampu memahami karakter atlet asuhannya dan bisa
memberikan bimbingan yang konstruktif terutama untuk membangun kesiapan dan
kekuatan mental. Beberapa hal yang dibutuhkan oleh atlet:
1.
Giving
encouragement than criticism (memberikan dorongan dari sebuah kritikan)
Sikap
dan kata-kata pelatih most likely akan didengar dan dipercaya oleh atlet
asuhannya. Jika pelatih mengatakan atletnya buruk, lemah, payah, bisa ditunggu
dalam beberapa waktu kemudian kemungkinan atlet tersebut akan lemah dan payah.
Meski pelatih dituntut untuk tetap jujur dalam memberikan opini dan penilaian,
namun hendaknya opini dan penilaian tersebut sifatnya obyektif dan rasional,
bukan emosional. Kata-kata kasar yang bersifat melecehkan atau menghina, lebih
menjatuhkan moral daripada menggugah semangat.
2.
Respect ( Menghormati )
Relasi
yang sehat antara pelatih dan atlet jika di antara keduanya ada sikap saling
menghargai. Pelatih memotivasi, menempa mental dan skill ke arah pengembangan
diri atlet. Kemampuan untuk menghargai, membuat hubungan antara keduanya tidak
bersifat manipulative, saling memanfaatkan. Terkadang tanpa sadar, atlet
memanfaatkan pelatih maupun bakatnya sendiri untuk ambisi yang keliru dan
pelatih juga menggunakan atlet sebagai extension of her/his image. True
respect, mendorong pelatih untuk tahu apa kebutuhan sang atlet; dan mendorong
atlet untuk menghargai eksistensi pelatih sebagai orang yang mendukungnya
mencapai aktualisasi diri.
3.
Realistic
Goal (tujuan yang realistik )
Sasaran
realistik harus ditentukan dari awal supaya baik pelatih dan atlet, bisa
menyusun break down planning & target. Sasaran harus menantang tapi
realistis untuk dicapai. Sasaran yang tidak realistik bisa membuat atlet
minder, inferior, atau jadi terlalu percaya diri, overestimate self karena
terlalu yakin dirinya sanggup dan pantas untuk jadi juara.
4.
Problem
Solving ( pemecahan masalah )
Siapapun
bisa terkena masalah, baik pelatih maupun atletnya. Pelatih yang bijak mampu
mendeteksi perubahan sekecil apapun dari atlet asuhannya yang bisa mempengaruhi
kestabilan emosi, konsentrasi dan prestasi. Perlu pendekatan yang tulus untuk
membicarakan kendala atau problem yang dialami atlet supaya bisa menemukan
sumber masalah dan mencari penyelesaian yang logis. Jika sang atlet punya
masalah dalam mengendalikan kecemasan sebelum bertanding, maka pelatih bisa
mengajaknya menemukan sumber kecemasan dan mengajarkan untuk berpikir logis dan
rasional. Pelatih bisa memotivasi atlet mengingat momen-momen paling berkesan
yang dialaminya dan me review proses yang mendorong keberhasilan di masa lalu.
Selain itu, relaksasi progresif (relaksasi otot) dan latihan pernafasan juga
bermanfaat menurunkan ketegangan.
5.
Self
awareness (kesadaran diri)
Atlet
perlu dibekali cara-cara pengendalian emosi yang sehat supaya dapat me-manage kesuksesan maupun kegagalan secara rasional dan proporsional.
Ketidakmampuan me-manage kesuksesan bisa membuat atlet lupa daratan karena self
esteemnya melambung, sementara kegagalan bisa membuat atlet depresi karena
melupakan kemampuan aktualnya. Oleh sebab itu, atlet juga perlu didorong untuk
mengenal siapa dirinya, mengetahui dimana kelemahan dan kelebihannya secara
realistik, dan memahami di mana titik rentan diri yang perlu di kelola dengan
baik. Jika atlet punya pengenalan diri yang proporsional, ia cenderung lebih
aware dan prepare terhadap berbagai kemungkinan yang bisa terjadi.
6. Managing stress and
emotion ( mengkontrol stres dan emosi
)
Managing
emotion juga terkait erat dengan pengenalan diri. Atlet yang bisa mengenal
dirinya, akan tahu kecenderungan reaksinya dan dampak dari emosinya terhadap
diri sendiri maupun orang lain. Oleh karena itu, pelatih perlu berdiskusi
bersama atletnya, hal-hal apa saja yang membuat atlet-atletnya merasa senang,
marah, sedih, cemas, dll dan mengenalkan alternative pengendalian emosi.
Pengendalian emosi yang sehat, akan mengembangkan ketahanan terhadap stress
karena tidak ada penumpukan emosi yang membebani diri dan membuat energy bisa
digunakan untuk hal-hal yang produktif.
7. Good interpersonal
relation (
menjalin hubungan interpersonal yang baik )
Hubungan
baik dan tulus, jujur dan terbuka antara atlet dan pelatih, bisa memotivasi
atlet secara positif. Rasa tidak percaya, tidak mau terbuka, jaim (jaga image),
akan mendorong hubungan kearah yang tidak sehat di antara kedua belah pihak.
Sikap terbuka dan jujur ini hendaknya sejak awal di tunjukkan oleh pelatih
sebagai role model bagi para atlet binaannya. Mengkomunikasikan tujuan,
harapan, kritikan (konstruktif), masukan, perasaan, pendapat, kendala bahkan
terbuka terhadap kekurangan dan kelebihan diri sendiri akhirnya bisa jadi
budaya positif yang membantu para atlet membangun sikap mental positif.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Disiplin
yang diartikan dalam kaitannya dengan ancaman dan hukuman,dari sisi lain
disiplin juga erat kaitannya dengan pengawasan atau kontrol dan proses belajar. Disiplin “self control
“ adalah disiplin yang tumbuh karena kesadaran dan penguasaan diri, jadi
mengawasi kemungkinan tindakan penyeleweng pada diri sendri. Secara bertahap
menumbuhkan disiplin atlet, dapat dimulai dengan menumbuhkan disiplin “under
control”, yaitu disiplin dengan pengawasan dari luar, yang dilakukan oleh
pelatih dan petugas, yaitu disiplin yang
didasarkan atas penguasaan diri untuk tidak melanggar ketentuan dan peraturan,
sesudah memiliki pemahaman dan kesadaran akhirnya atlet disebut akan penuh pada
norma-norma.
percaya
diri berarti rasa percaya diri terhadap kemampuan atau kesanggupan diri untuk
mencapai prestasi tertentu. Atlet yang merasa tidak percaya diri, atau sering
disebut diffident, merupakan akibat dari ketidakyakinannya pada
kemampuan yang dia miliki. Hal
lain yang mempengaruhi kepercayaan diri seorang atlet adalah konsep diri. Konsep
diri merupakan sebuah gambaran mengenai dirinya sendiri. Konsep diri seringkali
disebut sebagai self perception. Gambaran dan keyakinan mengenai siapa
diri kita sangat menentukan rasa percaya diri seseorang.
B.
Saran
Penanaman
disiplin dalam buku psikologi olahraga harus dilandasi pengertian pokok
mengenai pengendalian diri dan disiplin, yang intinnya menanamkan kepatuhan
yang didasarkan atas pemahaman dan kesadaran, serta tanggung jawab. Rasa percaya diri dan kedisiplinan sangatlah penting
ditanamkan kepada diri setiap orang. Sebab
pengendalian diri atau disiplin yang tertanam dihati para atlet bisa menjadi suatu dorongan semangat, dan agar dapat
melakukan latihan disaat stress. Sehingga
hati dan pikiran dapat tenang. Latihanpun akan dapat berjalan lancar dan penuh
konsentrasi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Disiplin
dan Penguasaan Diri. http://pendidikankepelatihan.
blogspot.com/2008/12/disiplin-dan-penguasaan-diri.html. Diakses pada
tanggal
24 april 2015 pukul 19.15 wib.
Coseling Center.
Self confidence. Diakses dari http://www.conselingcenter.
illinois.edu/?page_id=191(pada taggal 1 mei 2013)
blogspot.com/2011/07/olahraga-dalam-membina-nilai-nilai.html?m=1
Husdarta. (2010)
Psikologi Olahraga. Bandung; Alfabeta.
Pramono, Made. 2011. Kepercayaan
Diri dalam Olahraga. http://dosen-kuliah.
pada
tanggal 24 april 2015 pukul 19.00 wib.
Setyobrobto,
S. 2001. Mental Training. Percetakan “Solo”. Surakarta
Susilowati, Pudji. 2008. Membangun Kesiapan Mental pada Atlet. http://www.e-
Diakses
pada tanggal 24 april 2015 pukul 19.30 wib.
Weinberg,R. S & Gould, D. (2007). Foundation of sport
and exercise psychology
(4
th ed). U. S of America.
diri.html
Berita Olahraga terupdate seputar Olahraga Sepak Bola Tim Manchester United
BalasHapusGabung bersama Fans MU Ikuti terus Update Setiap Harinya.
MAU GANDAKAN DUIT HANYA DENGAN 10rb RUPIAH??
BalasHapusDISINILAH TEMPATNYA DI P`0`K`E`R`V`1`T`A
KEPUASAN MEMBER ADALAH PRIORITAS KAMI
Dengan pelayanan Customer Service professional kami ONLINE 24 JAM proses Depo & WD yang cepat.
Agen Poker Online Uang Asli Terpercaya di Indonesia
8 PERMAINAN DALAM 1 USER ID :
*ADU Q
*BANDAR POKER
*BANDAR Q
*CAPSA SUSUN
*DOMINO 99
*POKER ONLINE
*SAKONG
*BANDAR 66 (NEW)
Hubungi Kami :
Contact Us Person :
? WA: 0812-2222-996
? BBM : PKRVITA1 (HURUF BESAR)
? Wechat: pokervitaofficial
? Line: vitapoker