BAB I
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Memikirkan dan
mengimpikan hari kedepan adalah salah satu habit yang dimiliki oleh kaum visioner.
Kaum yang cara dan kemampuan memandang kehidupan ini bisa jauh ke depan,
melewati batasan waktu dan tempat. Kaum yang berkemampuan mem-breakdown rencana
besar ke dalam rencana kecil yang secara konsisten diperjuangkan agar menjadi
kenyataan.
Namun
yang sering dijumpai saat ini, tidak sedikit orang yang mengambil sikap
mengalir begitu saja dalam hidup ini. Merencanakan tujuan hidup (goal
setting) pada masa depan merupakan hal yang asing baginya. Mereka
beranggapan bahwa nasib telah ditetapkan begitu rupa oleh Yang Maha Kuasa. Hal
ini tentu saja menjadi sangat bertolak belakang dengan pandangan orang semacam Jack Welch. Mantan CEO General Electric ini, berpandangan bahwa “Diri
sendirilah yang akan menentukan seperti apa nasib ke depannya”. Bukan orang atau pihak lain,
walaupun orang atau pihak lain itu bisa saja justru mengendalikan nasib orang
lain. “Control your destiny, or someone else will”.
Sesungguhnya, penetapan tujuan atau target (goal setting)
haruslah dilakukan dalam segala aspek kehidupan. Dalam bidang olahraga pun amat penting
untuk menentukan goal setting ini. Goal setting bermanfaat dalam perkembangan
kepribadian para atlet dan dapat menjadi suatu
strategi psikologis dalam meniti dan meraih prestasi puncak. Perkembangan di Amerika dan Eropa, telah berkembang sejumlah strategi secara psikologis sebagai cara
untuk membantu para atlet, baik dalam
pencapaian perkembangan pribadi, maupun dalam
meraih prestasi puncak. Salah satu diantara strategi tersebut adalah teknik “goal-setting”.
Teknik ini juga merupakan suatu teknik
pelatihan mental yang pada kenyataannya tidak
hanya berpengaruh terhadap penampilan atau kinerja para atlet dalam berbagai tingkat usia dan kemampuan, tetapi
juga berkaitan erat dengan perubahan positif
yang terjadi dalam aspek psikologis lainnya,
seperti tingkat anxiety, kepercayaan
diri (self-confidence), motivasi dan sebagainya.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan goal setting?
2.
Apa saja faktor- faktor yang memperngaruhi goal setting?
3.
Mengapa goal
setting harus dilakukan?
4.
Apa saja manfaat melakukan goal setting?
5.
Bagaimana cara melakukan goal setting?
C. Tujuan
1.
Agar pembaca dapat mengerti konsep dari goal setting.
2.
Agar pembaca mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi goal setting.
3.
Agar pembaca dapat mengetahui manfaat melakukan goal setting.
4.
Agar pembaca mengerti perlunya melakukan goal setting.
5.
Agar pembaca mengetahui cara melakukan goal setting.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Tentang “Goal-Setting”
Sebelum sampai kepada
pengertian tentang “goal-setting”, terlebih dahulu perlu dipahami
definisi tentang “goal” (tujuan). Locke dan para pengikutnya (1981)
telah mencoba membuat definisi tentang istilah “goal” yang diterima
secara luas, yaitu“a goal is defined as
attaining a specific standard of proficiency on a task, usually within a
specified time limit” (suatu “goal” atau tujuan sebagai pencapaian
suatu standar kemampuan tertentu dalam suatu tugas, biasanya terkait dalam
batas waktu tertentu. Dalam perspektif praktis, kemudian tujuan-tujuan ini
terfokus pada pencapaian beberapa standar.
Beck dan Hillmar (1976)
menjelaskan salah satu jenis intervensi pengembangan organisasi adalah setting. Proses pelaksanaan soal setting ini merupakan pendekatan
terhadap pemahaman manajemen berdasarkan sasaran atau hasil yang membantu
memberi pengertian tentang aspek pengelolaan atau manajemen, hasil dan sasaran
(objektives).
Pengertian goal setting adalah proses penetapan
sasaran atau tujuan dalam bidang
pekerjaan. Dalam proses goal setting
ini, melibatkan seluruh aspek yang bekerja secara bersama-sama menentukan atau
menetapkan sasaran atau tujuan-tujuan kerja yang akan dilaksanakan tenaga
kerjanya sebagai pengemban tugas dalam suatu periode tertentu (Gibson, dkk.
1985).
Latham den Locke (dalam
Steers dan Porters, 1983); Locke dkk (1981) menjelaskan bahwa pengertian goal setting adalah suatu gagasan untuk
menetapkan. Seseorang melaksanakan suatu pekerjaan dimana tugas yang diberikan
sudah ditetapkan targetnya atau sasarannya, misalnya untuk mencapai kuota yang
ditargetkan atau menyelesaikan sejumlah tugas dengan batas waktu yang sudah
ditentukan. Dalam hal ini sasaran (goal)
adalah objek dari perbuatan dan jika individu menetapkan taktik kemudian
berbuat untuk mencapai sasaran atau tujuannya tersebut, berarti sasaran atau
tujuan ini menentukan perilaku dalam bekerja. Hersey dan Blanchard (1986),
orientasi seseorang menyatakan bahwa perilaku pada umumnya dimotivasi oleh
keinginan untuk memperoleh tujuan tertentu, dan perilaku itu pada dasarnya bertujuan
pada objek atau sasaran.
Pengertian goal setting yang dikemukakan Davis
(1981) adalah manajemen penetapan sasaran atau tujuan untuk keberhasilan
mencapai kinerja (performance). Lebih
lanjut dijelaskan bahwa penerapan penetapan tujuan yang efektif membutuhkan
tiga langkah yaitu: menjelaskan arti dan maksud penetapan target tersebut,
kedua menetapkan target yang jelas, dan yang ketiga memberi umpan balik
terhadap pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan. Cascio (1987), menyatakan bahwa goal setting itu didasarkan pada
pengarahan tingkah laku terhadap suatu tujuan. Sasaran atau target bisa
ditambah dengan memberi penjelasan atau informasi kepada atlet, bagaimana
mengerjakan tugas tersebut serta mengapa sasaran atau tujuan tersebut penting untuk
dilaksanakan.
Penerapan goal setting, terhadap sistem kinerja
sangat populer dan luas penggunaannya. Pendekatan manajemen berdasarkan sasaran
ini meliputi perencanaan, pengawasan, penilaian pegawai, serta keseluruhan
sistem kinerja yang ada dalam organisasi. Prosedur umum dalam manajemen
berdasarkan sasaran ini yang paling utama adalah mengidentifikasikan
bagian-bagian kunci keberhasilan.
Gibson dkk, (1985), menggambarkan
penerapan soal setting dari
perspektif manajemen. Langkah-langkahnya adalah (1) diagnosis kesiapan,
misalnya apakah atlet, organisasi dan sarana prasarana sesuai dengan program goal setting; (2) mempersiapkan atlet
yang berkenaan dengan interaksi antara individu, komunikasi, pelatihan (tranning) dan perencanaan; (3) penekanan
pada sasaran yang harus diketahui dan dimengerti oleh atlet dan pelatih; (4)
mengevaluasi tindak lanjut untuk penyesuaian sasaran yang ditentukan; (5)
tinjauan akhir untuk memeriksa cara pengerjaan dan modifikasi yang ditentukan.
Strauss dan Sayless (1981), menjelaskan bahwa prosedur manajemen berdasarkan
sasaran memberi kesempatan kepada atlet untuk membuat penilaiannya sendiri
mengenai hasil-hasil operasi. Artinya jika hal ini membicarakan hasil, maka
sebenarnya individu tersebut menilai dirinya sendiri dan mungkin sekali
mendapatkan wawasan mendalam bagaimana dirinya harus memperbaiki sikapnya, cara-caranya
atau kelakuannya.
Dari pendapat para ahli diatas dapat
serta disimpulkan bahwa pengertian goal
setting adalah berdasarkan penetapan sasaran atau target berorientasi dengan
hasil. Manajemen yang berorientasi ini, dianggap lebih baik karena lebih
menekankan pencapaian hasil, dan kesempatan. Sehingga hal ini dapat memberi
manajemen sasaran kepada atlet untuk mengerti bagaimana seharusnya bekerja, dan
menjalin hubungan komunikasi antara atlet dan pelatih agar dapat lebih terbina
karena terjadi interaksi antara yang memberi tugas dengan pelaksana. Secara
umum pengertian goal setting itu
adalah penetapan sasaran atau target yang akan dicapai seseorang.
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Goal Setting
Berdasarkan beberapa pendapat ahli, dapat
disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi goal setting adalah :
a. Penerimaan (acceptance).
b. Komitmen (commitment).
c. Kejelasan (specificity)
d. Umpan balik (feedback).
e. Partisipasi (participation).
f. Tantangan (challenger).
Untuk menjelaskan bagaimana terjadinya
pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap sistem penetapan sasaran atau target
berdasarkan hasil (goal setting), di
bawah ini akan dijelaskan pengertian satu-persatu faktor-faktor tersebut.
a. Pengertian
Penerimaan (Acceptance)
Penerimaan terhadap sasaran atau
target yang diterima atlet disebabkan karena adanya kemauan untuk menerima
target yang dibebankan, sasaran yang efektif tidak hanya cukup diketahui saja,
tetapi juga harus dapat diterima atlet untuk dilaksanakan.
Menurut Davis dan Newstrom (1989),
bahwa goal setting (penetapan sasaran
atau target) merupakan alat motivasi yang efektif bila empat unsur dasar
disertakan ke dalam sistem pengelolaan penetapan sasaran tersebut yaitu: (1)
penerimaan; (2) spesifikasi; (3) umpan balik; dan (4) tantangan. Pada bagian
berikutnya dijelaskan unsur-unsur diatas serta pengaruhnya terhadap penetapan
sasaran.
Menurut Yoder (1979) produktivitas
kerja akan lebih tinggi dan efisien bila ada perasaan bahwa diperlukan dalam
penerimaan dan adanya sasaran yang diemban itu berguna dan pencapaian
keberhasilan persetujuan terhadap pelaksanaan pencapaian sasaran atau target
organisasi merupakan faktor utama dalam tanggung jawab atlet dalam menjalankan
tugas-tugas.
Berkenaan pendapat di atas Likert
(dalam Yoder, 1979) juga menjelaskan jenis aktifitas individu dalam organisasi
yang mempunyai perasaan yang sama dalam penerimaan loyalitas atau kebersamaan
satu sama lain dalam pelaksanaan kerja cenderung mengacu pada prestasi.
Dari uraian di atas dapat dijelaskan
bahwa penerimaan akan penetapan sasaran atau target berpengaruh terhadap
pelaksanaan kerja yang akan dilaksanakan atlet yang bersangkutan.
b. Komitmen
Pengertian komitmen secara umum
adalah adanya suatu kesepakatan atau persetujuan antara atlet dengan
organisasi. Gibson dkk (1985) mengemukakan pengertian komitmen adalah keadaan
yang melibatkan identifikasi dan loyalitas yang diwujudkan terhadap
klub/organisasi yang menaungi atlet.
Mitchell (1985) menjelaskan individu yang kurang sepakat dengan sasaran
atau target organisasi merupakan sikap negatif dan bisa berakibat kerugian.
Huber (1985) menjelaskan bahwa
antara penerimaan dan komitmen terhadap sasaran sering diartikan sama, tetapi
kenyataan dalam gagasannya (construtes)
berbeda. Penerimaan terhadap target atau sasaran berarti ada kesektujuan untuk
melaksanakan, sedangkan komitmen itu bisa saja individu menerimanya tetapi
belum tentu mau mengejar target atau sasaran yang dibebankan. Dengan demikian
atlet dapat dikatakan menerima (acceptance)
dan komitmen (commitment) terhadap
pelaksanaan kerja untuk mencapai target apabila mengetahui dan mengerti akan
sasaran yang dimaksudkan, serta ada kesediaan atau persetujuannya.
Griffin (1987) mengemukakan bahwa
dapat efektif apabila ada pemahaman dari terhadap tujuan yang akan target catat
goal setting tenaga dicapai,
atlet akan mendapat antara komitmen
perusahaan dengan atlet yang sukses akan mendapat perioritaas untuk jenjang
karir yang lebih tinggi, kemudian target yang ditetapkan harus jelas serta ada
tenggang waktu yang efisien untuk pelaksanaan. Terakhir harus ada konsistensi
dan ganjaran terhadap pelaksanaan pencapaian target sebagai tujuan utamanya
dengan demikian atlet akan mendapat sesuatu yang memuaskan.
Duffy dan Rusbult (dalam Brigham,
1991) menyatakan bahwa individu dalam organisasi akan memberikan komitmen lebih
tinggi terhadap pekerjaan bila: (1) atlet puas dengan hasil (outcomes) yang diperoleh; (2) kesetiaan
yang telah ditanamkan sebagai bagian dari hidupnya organisasi, antara lain:
pelibatan diri, pemberian waktu dan energi dan kesetiakawanan (mutual friend) dan (3) tidak adanya
pilihan lain yang lebih menguntungkan.
Dari pendapat–pendapat ahli diatas
dapat disimpulkan bahwa komitmen atau kesepakatan atau kesetujuan atlet
terhadap organisasi untuk melaksanakan pencapaian sasaran atau target dapat
berpengaruh terhadap sistem kerja goal
setting.
c. Spesifikasi
(Specifity)
Pengertian speksifikasi atau
keseksamaan sasaran tujuan menurut Gibson dkk, (1985) adalah derajat secara
kuantitatif daripada sasaran atau tujuan.
Menurut Davis dan Nestrom (1989) penetapan sasaran harus jelas atau
spesifik dan dapat diukur agar kerja dapat mengetahui kapan suatu target atau
tenaga tujuan diperoleh atau dicapai. Instruksi yang jelas dan terarah
memfokuskan kerja pada pelaksanaan pencapaian tenaga target karena patokan
sebagai mempunyai keberhasilannya. Sasaran yang jelas menuntun harus dikerjakan
atau dicapai, maka atlet tersebut dapat mengukur kemajuannya. Atlet selalu dan
berpedoman pada perintah yang samar jelas akan menimbulkan pengertian yang
samar dan terarah.
Menurut Beck den Hillmar (1978) jika
sasaran itu adalah sebuah pernyataan dari hasil (outputs) yang spesifik atau jelas maka individu atau kelompok akan
merencanakan untuk meraih prestasi melaui usaha–usaha yang lebih kuat.
Terborg (dalam Muchnisky,1987) lebih
mengemukakan sasaran yang lebih khusus dan jelas menjadikan usahanya individu
lebih memfokuskan lanjut akan untuk mengejar sasaran tersebut serta tingkah
lakunya akan lebih terarah.
Blum dan Naylor (1968) juga mengemukakan
pendapat bahwa informasi-informasi tentang sifat-sifat pekerjaan dapat
dipandang sebagai spesifikasi atau kekhususan dari informasi yang diterima, dan
pengetahuan terhadap sifat-sifat tersebut bisa dianggap sebagai perluasan
terhadap pengetahuan individu pada kinerjanya. Sehingga dapat memotivasi
individu tersebut.
Latham dkk, (dalam Steers dan
Porter,1983) mengemukakan bahwa melibatkan atlet dalam penetapan sasaran atau
target yang spesifik dan jelas mempunyai dua keuntungan, akan menambah bahwa
pekerjaan tersebut harus pengertian pertama diselesaikan, kedua menuntun
pekerja pada penetapan tujuan yang tinggi daripada secara sepihak yang
menentukan hal itu sendiri. Dan dengan kata lain, lebih tinggi kinerjanya.
Secara garis besar beberapa pendapat
dan penjelasan ahli-ahli menunjukkan di atas spesifikasi atau kejelasan sasaran
mempengaruhi terlaksananya penetapan sasaran atau target, pelaksanaan mendapat
sasaran yang tidak jelas akan membuat arah kerja tidak terpusat pada apa yang
seharusnya perhatian utama tenaga kerjanya. Berkenaan dengan pendapat ahli diatas,
pustaka dilakukan Latham dan Yukl (1975); yang Locke(1980) menunjukkan secara
konsisten bahwa sasaran atau tujuan yang jelas dan adanya tingkat tantangan
yang menghasilkan kinerja yang lebih tinggi.
d. Umpan
Balik (feedback)
Umpan balik kerja adalah informasi
berasal dari dalam pengelolaan pekerjaan itu namun bisa juga informasi berasal
dari itu lebih sendiri. Bisa juga informasi itu bisa berasal dari orang lain,
bagaimana keadaan pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan, apakah tergolong
sukses, berhasil atau tidak berhasil. Sejalan dengan definisi diatas Davis dan
Newstrom (1989) menyatakan bahwa umpan balik cenderung mendorong prestasi kerja
menjadi lebih tinggi dan merupakan alat motivasi yang baik. Seorang atlet
pelari harus mengetahui total waktu yang dibutuhkan untuk memenangkan suatu
pertandingan. Oleh karena itu, umpan balik pekerjaan dibutuhkan untuk memberi
informasi dalam menerapkan taktik baru untuk meningkatkan hasil kerja
berikutnya.
Berkenaan dengan umpan balik
pekerjaan ini dan Klein Campbell, (dalam Campbell dan menjelaskan bahwa balik
itu penting umpan menggambarkan kemajuan pada pelaksanaan kerja, diperoleh
informasi baru untuk menyiapkan tingkah laku apabila diperlukan. Luthans (1981)
menekankan pada atlet yang mempunyai berprestasi tindak supaya menyusun taktik
berdasarkan keakuratan informasi umpan balik diperoleh.
Yoder (1979) menjelaskan seharusnya
lingkungan untuk kerja dilengkapi dengan umpan balik yang tepat menyesuaikan
pelaksanaan tindakan berikutnya, guna untuk memperbaiki mutu kerja yang pada
akhirnya menunjukan kemajuan yang berarti, sehingga dapat dibedakan antara
kondisi kerja yang berjalan normal dengan kondisi kerja yang memperoleh kemajuan.
Penerimaan umpan balik juga akan
memberi pengaruh untuk beraksi pada suatu perbuatan yang bermakna, jadi dapat
dikatakan antara kerja dengan hasil yang didapat saling mempengaruhi (Leavitt,
1973). Sejalan dengan pendapat di atas. Stoner (1989) menyatakan bahwa
pemberian umpan balik mengenai prestasi kerja yang diperoleh atlet
mengakibatkan hasil kerja yang lebih baik pada masa yang akan datang.
Beck dan Hillmar (1976) menjelaskan
bahwa sistem umpan balik kerja yang efektif diperoleh apabila individu atau
kelompok memperoleh penjelasan cara-cara pelaksanaan dan evaluasi kerja.
Penjelasan hasil penelitian dan
pendapat para ahli tersebut memberi pengertian bahwa umpan balik dari
pelaksanaan kerja berpengaruh terhadap manajemen penetapan sasaran itu sendiri
(goal setting).
e. Partisipasi
(participation)
Menurut Beach (1975) partisipasi
adalah proses yang melibatkan atlet dalam aktivitas organisasi secara mental
dan fisik. Lebih lanjut dikemukakannya bahwa partisipasi umumnya dimaksudkan
untuk memberi kesempatan kepada atlet untuk mengemukakan sumbangan pikiran
terhadap pemecahan masalah dan tindak lanjut pelaksanaan kerja. Gibson dkk.
(1985) memberi pengertian partisipasi yaitu atlet yang terlibat dalam penentuan
sasaran atau tujuan kerja serta pengembangan sasaran tersebut. Sedangkan
eksperimen Cumming dan Molly maupun Yukl (dalam Beach,1975) menunjukkan
manajemen partisipasi di berbagai bidang pekerjaan menunjukkan pengaruh yang
positif terhadap pencapaian sasaran kerja.
Sejalan dengan pendapat di atas
Locke dan Latham (dalam Steers dan Porter,1983) meneliti peranan penetapan
sasaran ( goal setting) kelompok
pertama yaitu partisipasi di dalam sistem pada dua kelompok, adanya
keikutsertaan atlet dalam menetapkan sasaran atau target, kelompok kedua penetapan
sasaran atau target hanya dilakukan supervisor saja. Hasilnya menunjukkan
program keikutsertaan atlet dalam menentukan sasaran kerja, hasilnya lebih
positif dan lebih tinggi dibanding dengan penetapan sasaran yang hanya
dilakukan supervisor saja. Begitu pula penelitian Mento dkk, (dalam Landy,
1989) menunjukkan adanya pengaruh partisipasi terhadap goal setting, artinya keikutsertaan atlet dalam menentukan jumlah
sasaran atau target berpengaruh terhadap kinerja.
Back dan Hilmar (1976) menyatakan
proses sistem goal setting
menciptakan kondisi positif bila nilai-nilai yang dimiliki organisasi mendukung
perkembangan atletserta adanya kesempatan mengemukakan pemikiran-pemikiran
untuk organisasi.
Pendapat dan hasil penelitian para
ahli di atas memberi gambaran bahwa partisipasi berpengaruh terhadap proses
pengelolaan penetapan sasaran (goal
setting) dan dengan demikian akan berpengaruh terhadap kinerja.
f. Tantangan
(challenge)
Adanya tingkat tantangan dalam
mencapai sasaran atau target yang ditetapkan akan membuat atlet bekerja lebih
keras dan bersungguh-sungguh daripada tidak ada tangangan sama sekali.
Pencapaian sasaran atau tujuan yang menantang menciptakan usaha-usaha pemecahan
dan akan menimbulkan dorongan berbuat yang lebih baik lagi.
Studi ahli yang menguji hubungan
besarnya peranan sasaran yang mempunyai tantangan terhadap kinerja antara lain
penelitian yang dilakukan Basset; Patton (dalam Locke, 1980). menemukan bukti
yang positif bahwa sasaran atau tujuan yang mempunyai tantangan dalam pekerjaan
menghasilkan kinerja yang lebih baik daripada sasaran yang tidak mempunyai
tantangan.
Locke dkk. (1981) menjelaskan
sasaran atau target itu adalah sesuatu yang akan dicapai individu serta
merupakan objek dari aksi atau perbuatan. Dalam tindakan dua aksi yang terjadi
proses mental yang melibatkan dua faktor utama yaitu faktor isi (content) dan intensitas (intencity). Dalam faktor isi ada dua sub
faktor yaitu spesifikasi dan tingkat kesulitan. Spesifikasi berarti tingkat
keseksamaan dalam mencapai sasaran atau tujuan yang dimaksud. Riset lapangan
dan laboratorium dari Locke (1980) juga membuktikan bahwa unsur yang spesifik
dan tingkat tantangan yang dimiliki target atau sasaran hasilnya menunjukan
pencapaian kinerja yang lebih tinggi.
Penelitian Hampton (1981); Dubren
(1982) menunjukan hasil yang sama dengan penelitian Locke (1980), bahwa sasaran
atau target yang lebih menantang untuk dilaksanakan akan menetukan hasil kerja
yang lebih tinggi, dan sasaran atau target yang lebih menantang untuk
dilaksanakan akan menunjukan hasil kerja yang lebih tinggi, dan sasaran yang
lebih mudah dicapai atau dilakukan tidak menimbulkan usaha yang lebih gigih
untuk memenuhi kebutuhan tercapainya kinerja yang lebih baik.
Penelitian Locke dkk (1981); Latham
dan Saari (1979) menemukan bahwa individu dengan rancangan sasaran yang lebih
sulit akan menampilkan kerja yang lebih baik dibanding dengan individu dengan
sasaran yang relatif mudah. Pendapat ini sejalan dengan penjelasan Latham dkk
(dalam Steers dan Porter, 1983) bahwa sasaran atau tujuan yang spesifik dan
mempunyai tantangan menunjukkan hasil kerja yang lebih efektif.
Dari gambaran di atas dapat
diartikan bahwa adanya tingkat tantangan (sasaran tidak terlalu mudah) dalam
pelaksanaan pencapaian sasaran atau target akan berpengaruh terhadap
efektifitas sistem penetapan sasaran. Sebab dengan usaha yang sungguh-sungguh
dalam pekerjaan secara nyata akan menaikkan kinerja. Secara jelas diketahui
bahwa adanya tingkat tantangan yang dimiliki sistem tersebut akan berpengaruh
pada prestasi atau hasil penetapan sasaran atau target tersebut.
Hahoney (dalam Campbell dan
Campbell, 1990) menjelaskan bahwa produktivitas sebenarnya berasal dari
kerangka kerja pelaksanaan kegiatan organisasi antara lain berasal dari sasaran
atau tujuan yang ditargetkan dengan dan dari perencanaan dan evaluasi, dari
hasil monitoring dan asesmen-nya serta dari umpan balik hasil
kerja yang berhasil dicapai. Lebih lanjut Hohoney menjelaskan salah satu elemen
untuk menaikkan produktivitas adalah mengutamakan penggunaan taktik pelaksanaan
kerja dalam mencapai kinerja.
Berkenaan pendapat ahli tersebut,
Sutermeister (dalam Harris, 1984) menjelaskan bahwa produktivitas itu
ditentukan oleh pengembangan teknologi prestasi. Prestasi atau kinerja ini
adalah hasil gabungan dari motivasi dan kecakapan atlet.
Sejalan dengan pendapat diatas
Latham dkk. (dalam Steer dan Porter. 1983) menjelaskan bahwa untuk memotivasi
tenaga kerja menaikkan produktivitas, langkah yang harus ditempuh adalah
menjelaskan apa yang dimulai atau dilanjutkan oleh tenaga kerja. Oleh karena
itu, produktivitas harus dijabarkan dalam bidang permasalahan tugas yang akan
dilaksanakan.
Locke (dalam Shalley, 1991)
menjelaskan produktivitas mengacu pada standar kinerja. Artinya produktivitas
tercapai bila standar individu tercapai. Prestasi sesuai dengan sasaran atau
target yang dibebankan kepada atlet. Latham dan Baldes (dalam Gibson dkk),
mengemukakan sistem penetapan sasaran akan memperbaiki kinerja sebab
menciptakan arah pada pelaksanaan sehingga menjadi jelas pengertian individu
terhadap pekerjaannya.
Locke (dalam Luthans, 1981)
menjelaskan bahwa individu berusaha keras mencapai sasaran atau secara wajar
emosional untuk memuaskan fatter
keinginan-keinginan mereka (desires).
Sasaran bahwa target dapat memberi arah kepada perilaku dan pikiran serta
tindakan-tindakan individu yang menuju kepada tujuan akhir yaitu (out comes), Locke juga menetapkan
konsep-konsep kebutuhan dan nilai (need
and value) sebagai asas konsep motivasi kerja bersamaan dengan pengetahuan
serta dasar pikiran-pikiran (premises)
individu yang menetapkan sasarannya lebih lanjut ditegaskannya, goal setting adalah pendekatan
motivasional yang tepat dalam konteks olahraga, sehingga kegunaanya dapat
memberi kontribusi penting dalam pembahasan dan aplikasi perilaku dalam
organisasi untuk mencapai basil kerja yang memuaskan. Sejalan dengan pendapat
ahli di atas With dan Locke (dalam Locke dkk, 1981) menjelaskan bahwa sistem
penetapan sasaran (goal setting)
secara nyata memegang peranan penting terhadap produktivitas.
Dari penjelasan teori-teori dari
beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa sistem manajemen penetapan
sasaran berdasarkan hasil (goal setting)
mempengaruhi prestasi kerja sebab atlet dapat memberi respon secara bertanggungjawab.
Karena situasi kerja seperti itu dirasa dapat memenuhi kebutuhan mereka akan
nilai dan perwujudan diri. Maka motivasi diri untuk bekerja lebih baik dengan
demikian produktivitas akan meningkat. Jika sebelumnya berlatih dipandang
sebagai rutinitas saja maka dengan sistem ini atlet menjadi memandang berlatih
sebagai suatu konstribusi positif dan akan memberikan kinerja yang optimal
sebab sistem ini mempersiapkan atlet untuk menghadapi tantangan yang timbul
dari pelaksanaan latihan, sehingga diharapkan prestasi meningkat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Goal
setting
berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktifitas kerja. Makin jelas goal setting makin tinggi prodiktivitas
atlet.
Dari berbagai penelitian yang
mengkaitkan sistem penetapan target dengan kinerja (performance) dapat dipakai sebagai acuan untuk menguji hubungan
antara setting dengan produktivitas
kerja. Penelitian Shalley dkk (1986) menunjukkan bahwa sistem penetapan sasaran
atau target menaikkan prestasi kerja.
Hasil penelitian Locke dkk, (dalam
Landy, 1989 ) selama 15 tahun meneliti goal
setting, mengemukakan beberapa konklusi umum yaitu (1) 90% hasil dari
berbagai eksperimen lapangan dan laboratorium menunjukan adanya dukungan bahwa goal setting berhubungan dengan kinerja.
(2) target atau tujuan dalam tugas–tugas pekerjaan secara langsung berpengaruh
terhadap kinerja oleh karena adanya perhatian, tindakan, mobilisasi energi
untuk pelaksanaan tugas, dan motivasi untuk mengembangkan strategi yang sesuai
guna pencapaian target atau sasaran.
B.
Saran
Olahraga Goal setting sangat perlu untuk dilakukan. Sebab, atlet yang telah
melakukan goal setting akan dapat
lebih mengerti tujuan atau sasaran yang akan dicapainya. Jika hal tersebut
telah dilakukan, atlet akan lebih mudah menentukan hal-hal yang harus dilakukan
agar goal setting-nya dapat menjadi
nyata. Dan hal tersebut secara otomatis menjadi motivasi bagi para atlet. Goal setting memberi pengaruh positif bagi para
atlet yang melakukannya.
DAFTAR PUSTAKA
Anastasi.
A. 1989. Psikologi terapan (Penterjemah: Aryatmi Siswonardjono).
Jakarta: Penerbit Rajawali.
Diakses pada tanggal 18 Maret 2015
pukul 19.00 wib.
Erigham,
John, C. 1991. Social Psychology.
(2nd. Ed.) New York: HarperCollins
Publisher Inc.
Feinberg.
M. R. Tonofsky, R. and Tarrant, J. J. 1982. The
New Psychology For
Managing
People.
Englewood liffs, New Jersey: Prectice-Hall Inc.
Gibson.
J. L.Ivancevich, J., and Donnelley, Jr. J. H. 1985. Organization,
Behavior,
Structure, And Proceces. (5th. Ed.). Texas: Business Publication
Inc.
Hersey,
P. and Blanchard. K. H. 1986. Manajemen
Perilaku Organisasi (edisi
keempat). Terjemahan oleh Agus Dharma. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Huber.
Vandra. L. 1935. Effects of Tesk
Difficulty, Goal Setting, And Strategy on
Performance Of Heuristic Task. Journal of Applied Psychology.
Vol. 70. No. 3.
Humble.
John W. 1967. Management of Objective.
London:industrial education
and research foundation.
Latham.
G. P.. and Seari, L. M. 1979. Importance
of Supportive Relationship in
Goal
Setting.
Journal of Applied Psychology. Vol. 64, No. 2.
Locke.
E. A., Federic, E.. and Bobko, F. 1984. Effect
of Self-efficacy, Goals, and
Task
Sstrategies on Task Performance. Journal of Applied Psychology.
Vol. 69. No. 2.
Locke.
E. A.. Saari L. M.. Shaw E. N. and Lathan. G. P. 1981. Goal setting and
Task
Performance: 1969-1980. Psychological Bulettin. Vol. 90. No. 1.
Sinungan,
Muchdarsyah, 1987. Produktivitas Apa dan
Bagaimana. Jakarta:
Penerbit PT. Bina Aksara.
Berita Olahraga terupdate seputar Olahraga Sepak Bola Tim Manchester United
BalasHapusGabung bersama Fans MU Ikuti terus Update Setiap Harinya.