Kamis, 16 Maret 2017

Makalah Disiplin Olahraga



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Pendahuluan
Usaha untuk mengembangkan olahraga saat ini semakin maksimal. Hal ini ditunjukan oleh munculnya beberapa disiplin ilmu penunjang untuk kemajuan olahraga khususnya. Pembinaan mental bagi atlet menjadi penting, untuk memenangkan pertandingan dan menjadi juara. Para pelatih perlu memahami bagian ini yaitu mengenal eksistensi individu sebagai subyek yang dibina.
Keberagaman atlet inilah yang disebut eksistensi yaitu mengetahui apa adanya dan sifat-sifat ataupun hukum-hukum yang sesuai dengan apa adanya pada subyek yang dibina. Pembinaan harus sesuai dengan eksistensi atlet sebagai makhluk yang mempunyai jiwa dan raga, mahkluk sosial, dan makhluk Tuhan dengan segala sifat dan hukumnya.
Sebelum memberikan perlakuan pada atlit, maka perlu memahami eksistensi manusia secara umum, dengan sifat-sifat yang tidak boleh diabaikan yang merupakan prinsip-prinsip pembinaan bagi atlet, sehingga latihan mental (mental training) yang diberikan pada atlet sesuai dengan apa yang diharapkan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan disiplin?
2.      Apa yang dimaksud dengan rasa percaya diri?
3.      Apa saja jenis-jenis dari disiplin?
4.      Bagaimana cara pembinaan displin dan rasa percaya diri dalam berlatih?
5.      Sebutkan faktor yang menentukan kesiapan metal bagi atlet?
6.      Bagaimana peran pelatih dalam membina kesiapan mental atlet?



C.    Tujuan
1.      Agar pembaca dapat mengerti tentang displin.
2.      Agar pembaca dapat mengetahui tentang rasa percaya diri.
3.      Agar pembaca dapat mengerti jenis-jenis disiplin.
4.      Agar pembaca dapat mengetahui cara pembinaan disiplin dalam berlatih?
5.      Agar pembaca dapat mengerti faktor yang menentukan kesiapan metal bagi atlet.
6.      Agar pembaca dapat mengetahui peran pelatih dalam membina kesiapan mental atlet.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Disiplin
Disiplin yang diartikan dalam kaitannya dengan ancaman dan hukuman, dari sisi lain disiplin juga erat kaitannya dengan pengawasan atau kontrol dan proses belajar. Prinsip mengontrol diri sendiri merupakan hal yang penting dalam disiplin Atlet yang menunjukkan kebiasaan slalu menepati ketentuan, peraturan dan nilai-nilai,berarti dapat mengontrol diri sendiri untuk tidak melanggar ketentuan dan peraturan ataupun nilai yang brelaku. Sebaliknya atlet yang tidak bisa mengontrol diri akan sering melakukan sesuatu yang bertentangan atau melanggar ketentuan dan nilai.
Disiplin ada hubungannya dengan sikap penuh rasa tanggung jawab, karena atlet yang disiplin cenderung untuk menepati, mendukung dan mempertahankan nilai-nilai yang diantutnya. Rasa tanggung jawab untuk memenuhi dan mematuhi dan mematuhi nilai-nilai tersebut akan berkembang menjadi sikap dan berdampak panjang terhadap kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, melalui program olahraga dilingkungan pesantren atau di masyarakata merupakan program investasi menyeluruh yang akan berdampak panjang hinggan manusia itu dewasa.

B.     Perkembangan Disiplin
Perkembangan disiplin yang mengandung kepatuhan atau ketaatan pada nilai-nilai, terutama sekali dimulai sejak masa kanak-kanak, peranan pada orang tua dan lingkungan pergaulan masa kecil sangat besar pengaruhnya pada perkembangan disiplin anak selanjutnya.
Sesuai teori belajar maka pengaruh pendidikan akan besar terhadap perkembangan sikap dan tingkah laku manusia. Tiga masalah utama dari jenjang yang dianggap paling penting adalah Tidak adanya disiplin, Penggunaan obat terlarang dan Kurikulum yang kurang baik

C.    Jenis-Jenis Disiplin
Menurut Sudibyo setyobroto (1993) ada dua disiplin, yaitu disiplin semua dan disiplin diri :
1.      Disiplin Semua
Disiplin yang dilakukan atlet dalam salah satu kegiatan hanya karena terpaksa, takut dihukum, hanya karena diperintah dan tanpa disertai kesadara, akan dapat menimbulkan “disiplin semua”. Disiplin semua adalah sikap atlet yang tampaknya selalu  patuh dan menurut perintah,tetapi karena tidak disertai kesendian psikologis dan tidak disertai kesadaran untuk melakukan perintah-perintah.
2.      Disiplin Diri
Disiplin yang ditanamkan atas dasar kesadaran dapat menumbuhankan disiplin diri atau self discipline. Disini atlet apabila dikembangkan lebih lanjutkan menimbulkan pemahaman dan kesadaran yang lebih mendalam untuk mematuhi segala nilai-nilai, norma-norma dan kaidah-kaidah yang berlaku. Jadi atlet yang memiliki disiplin diri sendiri sudah memiliki kesadaran untuk melatih sendri 

D.    Metode Menerapkan Disiplin dalam Berlatih
Penanaman diri harus dilandasi pengertian pokok mengenai disiplin, yang intinya menanamkan kepatuhan yang disadarkan atas pemahaman dan kesadaran, serta rasa tanggung jawab, serta kesanggupan menguasai diri dan lebih mengutamakan orang lain. Disiplin “self control “ adalah disiplin yang tumbuh karena kesadaran dan penguasaan diri, jadi mengawasi kemungkinan tindakan penyeleweng pada diri sendri. Secara bertahap menumbuhkan disiplin atlet, dapat dimulai dengan menumbuhkan disiplin “under control”, yaitu disiplin dengan pengawasan dari luar, yang dilakukan oleh pelatih dan petugas, yaitu disiplin yang didasarkan atas penguasaan diri untuk tidak melanggar ketentuan dan peraturan, sesudah memiliki pemahaman dan kesadaran akhirnya atlet disebut akan penuh pada norma-norma.
Disiplin bukan sikap yang dibawa sejak lahir, meskipun sifat-sifat kepribadian sejak lahir juga akan ikut menentukan. Disiplin latihan merupakan salah satu aspek psikologis yang sangat penting bagi atlet. Menurut Sudibjo, disiplin seseorang terlihat dari kesediaan untuk mereaksi dan bertindak terhadap nilai-nilai yang berlaku. Disiplin latihan atlet adalah kesadaran dan ketaatan atlet terhadap ketentuan-ketentuan dan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan latihan.

E.     Peran Pelatih dalam Menerapkan Displin pada Atlet
Hubungan pelatih dengan atlet merupakan hal yang sangat penting dan terbentuknya disiplin yang baik dan yang buruk. Cara-cara otoriter dengan paksaan atau hukuman akan berdampak buruk terhadap penampilan atlet. Disiplin yang kaku, dalam bentuk apapun akan dapat menghasilkan ketidakpuasan, bahkan dapat menimbulkan pemberontakan terhadap pemegang kekuasaan.
Menurut Tutko dan Ricards (1975) yang cukup menarik mengenai sikap pelatih, bagaimana seorang pelatih menghadapi atlet yang ragu-ragu menjadi anggota team. Sebagai pelatih harus memiliki sikap tegas untuk dapat membawakan pengaruhnya sehingga atlet bersikap dewasa, menerima peraturan dengan penuh kesadaran. Pelatih harus mempunyai konsepsi yang mantap, menguasai prinsip-prinsip pokok untuk menumbuhkan disiplin, harus dapat mengarahkan kearah tindakan-tindakan yang positif-kontruktif memberi bimbingan apabila diperlukan, dan mengawasi kemungkinan terjadinya pelanggaran terhadap peraturan dan ketentuan-ketentuan yang berlaku.

F.     Pengertian Rasa Percaya Diri
Apa yang terjadi jika seorang atlet merasa kehilangan kepercayaan dirinya? Kalah sebelum bertanding mungkin akan menjadi hasil yang di dapat. Namun, bagaimana jika ada atlet mempunyai rasa percaya diri yang berlebih? Kekalahan akan membuatnya runtuh seketika.
Salah satu modal utama dan syarat mutlak untuk mencapai prestasi olahraga yang gemilang adalah memiliki rasa percaya diri (self confidence atau confidence in oneself). Menurut Hornby (dalam Husdarta, 2010: 92) percaya diri berarti rasa percaya diri terhadap kemampuan atau kesanggupan diri untuk mencapai prestasi tertentu. Atlet yang merasa tidak percaya diri, atau sering disebut diffident, merupakan akibat dari ketidakyakinannya pada kemampuan yang dia miliki. Atlet tersebut mempersepsi dirinya terlalu rendah sehingga kemampuan optimalnya tidak tampak. Dengan kata lain, atlet tersebut meremehkan dirinya sendiri. Untuk kasus seperti ini, sebuah kesalahan kecil akan menimbulkan malapetaka, karena akan mengukuhkan persepsi tentang ketidakmampuannya.
Kasus yang tidak kalah merugikannya adalah ketika seorang atlet mempunyai kepercayaan diri yang melampaui batas atau overconfidence. Dengan kata lain, atlet tersebut mempunyai keyakinan yang terlalu berlebih mengenai kemampuan aslinya (Wann, 1997). Overconfidence inipun tidak kalah berbahaya dari kekurangan rasa percaya diri. Akibat kepercayaannya yang tidak sesuai dengan kondisi nyata, atlet tersebut akan cenderung untuk mengurangi atau bahkan malas berlatih. Efeknya adalah penurunan performa pada saat kompetisi. Dan karena atlet dengan rasa percaya diri yang berlebihan ini biasanya tidak pernah membayangkan kekalahan, maka pada saat harus menerima kekalahan yang muncul adalah rasa frustasi yang berlebihan. Over confidence atau percaya diri yang berlebih dapat berakibat kurang menguntungkan terhadap atlet karena dengan tumbuhnya over confidence muncul pula rasa dan pikir “menganggap enteng” lawan. Di sisi lain over confidence dapat menyebabkan seseorang atlet mudah mengalami frustasi jika atlet tersebut dikalahkan oleh lawannya. Seperti halnya over confidence, lack confidence atau kurang percaya diri terhadap kemampuan diri dapat berakibat tidak baik. Seorang atlet yang memiliki lack confidence tidak dapat mencapai tangga juara, karena sasaran atau target yang ditetapkan lebih rendah dari kemampuan yang dimilikinya.
Oleh karena itulah, seorang atlet harus tetap menjaga rasa percaya dirinya (self confidence) pada titik yang optimal. Mereka harus memandang secara rasional kemampuannya. Seorang atlet yang mempunyai rasa percaya diri optimal biasanya mampu menangani situasi yang sulit dengan baik. Mereka akan mengembangkan sikap yang rasional, mau bekerja keras, melakukan persiapan yang memadai dan juga mempunyai banyak alternatif untuk memecahkan kesulitan yang muncul (Dosil, 2006).

G.    Manfaat Rasa Percaya Diri
Percaya diri seseorang ditandai dengan harapan keberhasilan yang tinggi. Hal ini dapat membantu individu untuk membangkitkan emosi positif, memfasilitasi konsentrasi, menetapkan tujuan, meningkatkan usaha, fokus strategi permainan, dan mempertahankan momentum. Pada intinya, kepercayaan diri dapat mempengaruhi perilaku dan kognisi.
Percaya diri membangkitkan emosi positif. Ketika seseorang merasa percaya diri. Orang tersebut lebih mungkin untuk tetap tenang dan santai dibawah tekanan. Keadaan pikiran dan tubuh memungkinkan untuk menjadi agresif dan tegas ketika hasil kompetisi terletak pada keseimbangan.
Percaya diri mempengaruhi tujuan. Orang yang percaya diri cenderung menetapkan tujuan yang menantang dan aktif menggapainya. Keyakinan kemungkinkan seseorang untuk meraih bintang-bintang dan menyadari potensi yang dimilikinya. Orang yang tidak percaya diri cenderung menetapkan tujuan mudah dan tidak pernah memaksakan diri.
Percaya diri mempengaruhi strategi permainan. Orang dalam olahraga biasanya merujuk “ bermain untuk menang “ atau sebaliknya. “ bermain untuk tidak kalah ”. atlet yang percaya diri cenderung bermain untuk menang: biasanya atlet tidak takut untuk mengambil resiko, dan sehingga dapat menguasai/mengotrol kompetisi untuk keuntungannya. Ketika atlet tidak percaya diri, mereka sering bermain untuk tidak kalah: paa keadaan tersebut, atlet mencoba untuk menghindari membuat kesalahan.
Percaya diri mempengaruhi momentum psikologis. Atlet dan pelatih merujuk pada pergeseran momentum sebagai penentu kritis menang dan kalah. Mampu menghasilkan momentum positif atau membalikkan momentum negatif adalah aset penting. Keyakinan tampaknya menjadi unsur yang sangat penting alm proses ini. atlet yang percaya diri timbul dari dalam dirinya cenderung tidak pernah menyerah.

H.    Model Percaya Diri dalam Olahraga
Pada poin-poin sebelumnya telah membahas aspek-aspek yang berbeda dari kepercayaan diri dalam olahraga, sekarang saatnya untuk meletakkan segala sesuatu bersama-sama dengan model percaya diri dalam olahraga. Vealey dan rekan-rekannya  (Vealey 1989,2001 Vealey; hayashi, Garner-Holman, & Giacobbi, 1998) dalam Weinberg & Gould (2007:326) model percaya diri dalam olahraga memiliki empat komponen:
a.       Faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri dalam olahraga. Dugaaan bahwa budaya adalah sebuah organisasi serta karakteristik demografi dan kepribadian mempengaruhi percaya diri dalam olahraga.
b.      Sumber-sumber percaya diri dalam olahraga. Seperti dijelaskan dalam poin “sumber-sumber Percaya Diri dalam Olahraga” sejumlah sumber yang diduga mendasari dan mempengaruhi kepercayaan diri dalam olahraga.
c.       Konstruksi percaya diri dalam olahraga. Berdasarkan gagasan ini, kepercayaan diri didefinisikan sebagai kepercayaan atau tingkat kepastian bahwa individu memiiki kamampuan tentang dirinya untuk menjadi sukses dalam olahraga.
d.      Konsekuensi percaya diri dalam olahraga. Konsekuensi ini mengacu pada atlet berupa mempengaruhi (A), perilaku (B), kognisi (C), segitiga ABC. Konsekuensi ini adalah dugaan bahwa tingkat kepercayaan atlet dalam olahraga akan terus saling mempengaruhi tiga unsur. 

I.       Sumber Rasa Percaya Diri dalam Olahraga
Peran peneliti telah mengidentifikasi sembilan sumber kepercayaan diri khusus untuk olahraga. Kesembilan sumber terbagi menjadi tiga kategori umum yaitu : prestasi, pengaturan diri, dan iklim. Adapun kesembilan sumber itu sebagai berikut :
1.      Penguasaan : mengembangkan dan meningkatkan keterampilan.
2.      Demonstrasi kemampuan : menunjukan kemampuan dengan memenangkan dan mengalahkan lawan.
3.      Persiapan mental dan fisik tetap fokus pada tujuan yang sedang dipersiapkan untuk memberikan upaya maksimal.
4.      Presentasi fisik : perasaan yang baik tentang tubuh dan berat badan.
5.      Dukungan sosial : mendapatkan dorongan dari rekan satu tim, pelatih, dan keluarga.
6.      Kepemimpinan pelatih : percaya dengan keputusan pelatih dan percaya pada kemampuannya.
7.      Pengalaman yang mewakili: melihat atlet lain melakukan/mencapai keberhasilan.
8.      Kenyamanan lingkungan: perasaan nyaman dalam lingkungan dimana atlet tersebut akan tampil.
9.      Mensituasikan keadaan untuk sukses: saat istirahat melihat kedepan (berkhayal) bahwa segala sesuatu akan terjadi.

J.      Cara Meningkatkan Rasa Percaya Diri
Dalam olahraga hasil yang pernah di capai mempengaruhi rasa percaya diri atlet. Jika atlet sering mengalami kemenangan, atlet tersebut akan lebih percaya diri. Sebaliknya apabila atlet sering mengalami kekalahan, atlet tersebut dapat mengalami kurang percaya diri. Karena itu penting untuk memberikan latihan yang sebaik-baiknya pada atlet agar atlet merasa menuntaskan tugas latihannya dengan baik, dan merasa untuk mampu mengendalikan keterampilannya dengan baik pula. Untuk itu program latihan perlu di susun sedemikian rupa sehingga atlet secara bertahap dapat menyelesaikan tugas-tugas latihannya dengan benar. Apabila atlet telah menyelesaikan setiap tahapan tugasnya dengan baik, atlet akan merasa lebih percaya diri karena telah mampu menyelasaikan tugas sesuai dengan sasarannya, dan kepercayaan dirinya akan lebih meningkat.
Kepercayaan diri merupakan elemen penting yang memengaruhi penampilan seorang atlet. Percaya diri sendiri sering diartikan sebagai gambaran atas kemampuan pribadi yang berkaitan dengan tujuan tertentu. Atau dalam definisi yang lain, kepercayaan diri keyakinan atau tingkat kepastian yang dimiliki oleh seseorang tentang kemampuannya untuk bisa sukses dalam olahraga (Wann, 1997). Artinya ada unsur keyakinan akan kemampuan diri yang bersinggungan dengan kondisi riil pertandingan atau tujuan yang akan dicapai.
Ada banyak aspek yang dapat meningkatkan rasa percaya diri seorang atlet. Yang paling sering ditemui adalah keberhasilan atau prestasi yang diraih sebelumnya. Dalam kasus sepakbola, kemenangan-kemenangan di pertandingan sebelumnya sering dijadikan pelecut yang memompa kepercayaan diri pemain. Dengan kata lain, kemenangan pertandingan sebelumnya dapat meningkatkan rasa percaya diri pemain untuk pertandingan selanjutnya.
Selain itu, aspek lain yang berpengaruh adalah penguasaan teknik dan skill yang diperlukan. Beberapa waktu yang lalu, Chris John menyatakan kesiapan serta keyakinannya untuk mengalahkan Petinju dari Jepang atas dasar latihannya yang keras untuk mempunyai pukulan yang mematikan. Dalam hal ini, Chris John merasa telah menguasai sebuah keterampilan atau skill yang dibutuhkan untuk mengalahkan lawan-lawannya. Hal lain yang mempengaruhi kepercayaan diri seorang atlet adalah konsep diri. Konsep diri merupakan sebuah gambaran mengenai dirinya sendiri. Konsep diri seringkali disebut sebagai self perception. Gambaran dan keyakinan mengenai siapa diri kita sangat menentukan rasa percaya diri seseorang.
Penjelasan di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya kepercayaan diri itu adalah sesuatu yang lentur dan sangat rentan dengan perubahan. Kekalahan demi kekalahan, komentar yang buruk dari lingkungan maupun media, atau bahkan kesalahan dalam memersepsi kemampuan diri bisa jadi menjadi faktor ambruknya rasa percaya diri seorang pemain atau atlet.
Weinberd dan Gould (dalam Satiadarma, 2000:245) menjelaskan bahwa rasa percaya diri memberi dampak positif pada hal-hal dibawah ini
1.      Emosi
Jika seseorang memiliki rasa percaya diri yang tinggi, maka orang tersebut  akan lebih mudah mengendalikan dirinya didalam suatu keadaan yang menekan, dan juga dapat menuasai dirinya untuk bertindak tenang dan dapat menentukan saat yang tepat untuk melakukan suatu tindakan.
2.      Konsentrasi
Dengan memiliki rasa percaya diri yang tinggi, seseorang individu akan lebih mudah memusatkan perhatiannya pada hal tertentu tanpa merasa khawatir akan hal-hal lainnya yang mungkin akan merintangi rencana tindakannya.
3.      Sasaran
Individu dengan rasa percaya diri yang tinggi cenderung untuk mengarahkan tindakannya pada sasaran yang cukup menantang, karenanya juga ia akan mendorong dirinya sendiri untuk berupaya lebih baik.
4.      Usaha
Individu dengan rasa percaya diri yang tinggi tidak mudah patah semangat atau frustasi dalam berupaya meraih cita-cianya.Strategi. Individu dengan rasa percaya diri yang tinggi cenderung terus berusaha untuk mengembangkan berbagai strategi untuk memperoleh hasil usahanya.
5.      Momentum
Dengan rasa percaya diri yang tinggi, seseorang individu akan merasa lebih tenang, ulet, patah semangat, terus berusaha mengembangkan strategi dan membuka berbagai peluang bagi dirinya sendiri.

K.    Bentuk Pemain yang Percaya Diri
Percaya diri dalam sepakbola dan semua cabang olahraga lain merupakan salah satu elemen penting. Hal ini terutama untuk menunjang penampilan yang optimal. Para ahli mendefinisikan percaya diri sebagai tingkat keyakinan individu yang berkaitan dengan kemampuannya dalam melakukan sesuatu dan untuk meraih keberhasilan. Tidak hanya keberhasilan secara individu. Kepercayaan diri ini akhirnya juga berkaitan dengan keberhasilan tim secara keseluruhan.
a.       Waspadai Penyebab
Tim yang terus menerus didera kekalahan pasti akan menimbulkan efek ambruknya rasa percaya diri seluruh tim. Dalam sepakbola, ada banyak faktor yang menyebabkan hilangnya rasa percaya diri ini. Ketidakmampuan menyelesaikan tugas, gagal berperan dalam tim, cidera, sampai persoalan pribadi, merupakan penyebab runtuhnya rasa percaya diri.
Seorang pelatih harus menguasai benar faktor-faktor penyebab ini. Seorang pelatih yang tidak menguasai, seringkali justru menyebabkan pemain menjadi lebih tidak percaya diri. Pelatih yang hanya bisa marah-marah tanpa bisa memberi solusi akan menyebabkan pemain kebingungan. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari pemain seperti “apa yang salah dengan diriku?” atau “apa aku kurang bagus?” akan mengakibatkan ketidakmampuan menguasai diri. Akhirnya kesalahan demi kesalahan akan muncul. Runtuhnya kepercayaan diri ini akan mengakibatkn permorfa yang jeblok.
Faktor cidera juga menjadi salah satu momok. Selain membuat turunnya kualitas fisik, cidera juga akan membuat para pemain selalu dihantui oleh ketakutan akan berulangnya peristiwa dia alami. Ketakutan ini akan membuat pemain tidak percaya diri lagi. Efeknya pemain tersebut tidak akan bisa tampil maksimal. Ketidakseimbangan antara program latihan dengan keadaan riil pemain juga membuat pemain menjadi tidak percaya diri. Buatlah program yang mendorong pemain untuk mencapai level ketrampilan yang lebih tinggi. Tapi harus diingat program latihan juga harus tetap bisa dilakukan para pemain.
Pemain yang selalu gagal dalam melakukan tugas latihan akan mempunyai perasaan tidak mampu. Shooting yang terus-menerus tidak tepat sasaran, atau latihan fisik disaat para pemain kelelahan akan membuat pemain menganggap dirinya tidak cukup bagus. Hal inilah yang menimbulkan turunnya rasa tidak percaya diri. Selain unsur-unsur yang berkaitan dengan hal teknis, faktor pribadi juga menjadi penyebab yang cukup besar. Kehilangan orang yang disayangi seringkali membuat pemain terjebak dalam kesedihan. Kesedihan ini juga akan menimbulkan turunnya performa permainan. Untuk itu seorang pelatih harus benar-benar mengusai keadaan psikologis setiap pemain. Ucapan-ucapan dari pelatih, seringkali merupakan bumerang terhadap pemain. Ucapan negatif merupakan sebuah hukuman bagi pemain. Pemain yang melakukan kesalahan akan merasa semakin bersalah dengan tambahan ucapan pelatih yang melemahkan. Untuk itu hindari ucapan-ucapan yang negatif. Untuk mengomentari pemain yang melakukan kesalahan, pelatih harus memilih kata-kata yang lebih bersifat mendorong. Ucapan-ucapan seperti “kamu bodoh!”, “pakai mata dong!” atau “gimana sih, gitu aja nggak bisa?” merupakan beberapa contoh ucapan negatif yang justru akan membuat pemain merasa tidak mampu.
b.      Bangun dari Latihan
Sebenarnya pemain yang mengalami penurunan kepercayaan diri bisa dilihat dengan jelas. Tanda-tanda ini bisa dilihat baik dari ucapan-ucapan atau gerakan-gerakan tubuh yang muncul dari pemain. Koordinasi gerak yang kacau, murung atau bahkan menjadi pemarah adalah beberapa dari tanda itu. Pemain dengan kepercayaan diri tinggi juga memunculkan tanda yang jelas bisa dilihat. Beswick (psikolog olah raga dari Inggris) mengungkapkan beberapa ucapan atau gerak tubuh pemain yang mempunyai kepercayaan diri tinggi. Berikut ini tanda-tanda orang sedang dalam kepercayaan diri tinggi.
1.      Keyakinan diri tinggi- dengan perkataan “saya bisa melakukannya”
2.      Kesan positif dari gerak tubuh, misalnya reaksi terhadap bola yang lebih baik
3.      Menikmati kompetisi dan proses latihan
4.      Tidak merasa khawatir akan gagal
5.      Tenang, terkendali, berkonsentrasi dan kontrol diri yang tinggi
6.      Tidak berusaha menjadi lebih mengesankan dibanding yang lain
7.      Memahami kekuatan dan kelemahan diri dan menerima apa adanya
c.       Jaga Ucapan
Seperti diungkapkan di atas, tidak jarang pelatih yang merasa jengkel akan mengeluarkan ucapan-ucapan untuk mengekspresikan kejengkalannya. Namun, seringkali ucapan ini menyebabkan pemain merasa tidak berguna. Harus diingat bahwa pemain menganggap pelatih sebagai sosok yang paling tahu kondisinya. Ucapan yang negatif akan dianggap sebagai sebuah informasi bahwa pemain tersebut memang jelek. Untuk itu pelatih harus bisa menjaga ucapan-ucapannya. Hal ini terutama pada saat latihan.
Latihan harus benar-benar dijadikan proses pengembangan, baik teknik maupun kepribadian pemain. Pelatih harus berfungsi sebagai motivator pada saat latihan maupun pertandingan. Jangan sampai pelatih terlihat sebagai hakim yang menghukum pemain yang salah melakukan gerakan. Ucapan-ucapan yang menyiratkan kebodohan pemain harus dihindari. Sebaliknya ungkapan itu harus muncul sebagai ucapan yang bersifat memberi motivasi. Ada dua jenis ucapan yang keluar dari pelatih. Yaitu itu kritikan atau pujian. Kritikan muncul karena pemain gagal melakukan sesuatu. Kritik terhadap pemain harus dilakukan dengan positif. Misalnya “kamu bisa melakukan yang lebih baik”, atau “kamu harus belajar gerakan itu dengan lebih giat”, atau “ayo tunjukkan kemampuan terbaikmu!” Pujian memang harus sering keluar dari mulut pelatih, namun perlu diingat, pujian yang terlalu berlebih akan menciptakan pemain yang sombong. Pemain yang terlalu sombong akan lupa dengan keadaan dirinya. Sehingga dia akan muncul sebagai pemain yang egois dan sok. Ini akan merugikan tim secara keseluruhan.
Pujian harus dilakukan secara proporsional. Pujian akan lebih baik jika diberikan langsung berkaitan dengan kemampuan teknis. Misalnya, “akurasi yang bagus!”, “bagus..memang harus sekeras itu!”, “ya..posisi itu yang tepat!” dan sebagainya.
d.      Peran Orang Tua
Sebagai manusia, pemain juga pasti mempunyai persoalan-persoalan pribadi. Persoalan-persoalan ini sering berpengaruh dalam penampilan. Masalah seperti kehilangan orang tua, kehilangan pacar atau mendapat musibah berpotensi besar menurunkan performa pemain. Dalam hal ini pelatih harus tanggap. Pelatih harus bisa menjadi teman ketika para pemain merasa sedih. Atau paling tidak pelatih harus bisa membangun tim dengan suasana kekeluargaan, sehingga para pemain tidak merasa ditinggal ketika sedang sedih. Pelatih harus bisa membuat pemain yang sedang sedih kembali termotivasi untuk berprestasi. Hal ini hanya bisa dilakukan jika pelatih memahami para pemainnya dengan baik. Kontribusi orang tua juga tidak bisa dianggap sepele. Orang tua adalah orang yang sangat berpengaruh terhadap pemain. Orang tua harus mengarahkan tujuan dan kemampuan anak-anaknya. Jangan sampai orang tua justru memberikan tekanan-tekanan yang berlebihan pada anak-anaknya. Para pemain muda masih sangat rentan dengan pengaruh-pengaruh dari lingkungan. Seringkali para pemain terpengaruh untuk cepat berprestasi dengan cara-cara instan. Seperti penggunaan obat-obatan atau berbuat curang di lapangan.
Orang tua harus bisa memberikan keyakinan bahwa satu-satunya jalan untuk sukses adalah berlatih dengan benar. Selain itu orang tua juga harus bisa membuat anak-anaknya yakin dengan dirinya sendiri. Orang tua juga harus mampu berperan sebagai teman ketika para pemain merasa tidak percaya diri lagi. Selain itu, pemain sendiri juga harus belajar bagaimana mengontrol dirinya sendiri. Pemain harus bisa melihat keadaan dirinya dengan lebih objektif. Belajar untuk memahami diri dan lingkungan menjadi sangat penting. Tujuan pribadi, seperti mengapa mereka bermain sepakbola, untuk apa berlatih, mengendalikan emosi dan sebagainya harus dipahami dengan benar.
Pemain yang merasa dirinya paling hebat akan merasa tertekan jika suatu saat dia mengalami kegagalan. Pemain harus terbiasa melihat situasi dengan objektif. Tidak gampang mengambil kesimpulan dan tidak mudah menyerah. Untuk membantu menciptakan pemain yang seperti ini latihan-latihan tambahan juga perlu diberikan. Latihan-latihan yang bersifat membangun mental merupakan salah satu cara yang saat ini banyak ditempuh. Tentu saja peran profesional seperti psikolog atau motivator atlet perlu dipertimbangkan. Latihan-latihan seperti Relaksasi, Mental Imagery, atau latihan team building perlu dicoba untuk diterapkan. Memang untuk bisa sukses akan timbul persoalan-persoalan di tengah jalan. Pemain yang semakin sering mendapat sorotan karena prestasinya mempunyai potensi gangguan yang lebih besar. Hilangnya rasa percaya diri hanyalah salah satu masalah yang mungkin timbul. Namun dengan koordinasi semua pihak dan program klub maupun latihan yang rapi akan menciptakan pemain yang mempunayi kepercayaan diri tinggi tidak mudah menyerah.
Weinberd dan Gould (dalam Satiadarma, 2000:253) mengemukakan bahwa untuk meningkatkan rasa percaya diri seorang atlet dibutuhkan
a.       Penyelesaian akhir (pencapaian hasil)
b.      Berperilaku penuh percaya diri
c.       Berfikir dengan penuh percaya diri
d.      Menggunakan latihan imagery untuk meningkatkan rasa percaya diri.
e.       Mengkondisikan kemampuan dan keterampilan fisik
f.       Melakukan persiapan yang cukup
Sehingga dapat di ambil kesimpulan bahwa untuk sampai pada tangga juara yang paling tinggi seorang atlet harus penuh percaya diri atau full confidence, karena sikap mental yang seperti ini akan sangat membantu atlet dalam proses adaptasi menghadapi ketegangan yang berlebihan, memantapkan dalam menjaga emosi yang timbul, berusaha mencapai target yang ditetapkan sendiri, dan menghindarkan atlet dari perasaan frustasi karena kegagalan.
e.       Peran Psikolog
Untuk olahraga-olahraga tim, peran pelatih barangkali mempunyai keterbatasan yang disebabkan oleh jumlah pemain yang cukup banyak. Dari kondisi tersebut, pelatih seringkali mempunyai kesulitan dalam mengenali satu persatu kondisi mental para pemainnya. Untuk itulah para pelatih sebaiknya didampingi oleh seorang psikolog olahraga yang bertugas untuk membantu memberi masukan dan memahami para pemain satu demi satu.
Psikolog dapat berperan lebih aktif dalam peningkatan rasa percaya diri atlet ini dengan memberi masukan kepada pelatih mengenai kondisi kejiwaan masing-masing pemain. Selain itu, seorang psikolog juga harus mampu segera memberi analisis dan saran perlakukan seandainya ada pemainnya yang merasa tidak percaya diri.
Selain itu, yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan teknik imagery training. Imagery training adalah visualisasi mental yang berkaitan dengan tugas atau pertandingan yang akan berlangsung. Dalam imagery training, seorang pemain diajak untuk membayangkan secara langsung suasana dan situasi pertandingan yang akan dihadapi. Mulai dari lawan, penonton, hingga kesulitan-kesulitan yang kira-kira akan muncul dalam pertandingan.
Tujuan dari imagery training adalah agar atlet/pemain mempunyai gambaran yang lebih riil mengenai kemampuannya, masalah-masalah yang mungkin akan timbul sehingga dia bisa segera mencari solusi, atau mungkin suasana penonton yang bisa jadi akan melakukan teror. Dengan gambaran-gambaran lebih nyata ini, para atlet akan mampu bersikap dan mengambil tindakan sesuai dengan kebutuhan dalam konteks memenangkan pertandingan.

L.     Kesiapan Mental Bagi Para Atlet
Stress sebelum bertanding adalah hal yang lumrah, namun mampu mengelola stress atau tidak adalah sebuah kemampuan yang harus ditumbuhkan. Stress bisa jadi pemicu semangat dan motivasi untuk maju, namun stress berlebihan bisa berdampak negatif. Tanpa kesiapan mental, sang atlet akan sulit mengubah energi negatif (misal, yang dihasilkan dari keraguan penonton terhadap kemampuan sang atlet) menjadi energi positif (motivasi untuk berprestasi) sehingga akan menurunkan performancenya (dengan gejala-gejala sulit berkonsentrasi, tegang, cemas akan hasil pertandingan, mengeluarkan keringat dingin, dan lain-lain). Bahkan sangat mungkin jika sang atlet terpengaruh oleh energi negatif para penonton.

M.   Faktor Penentu Kesiapan Metal Bagi Atlet
Urusan energi dan emosi begitu signifikan dampaknya bagi prestasi dan penampilan sang atlet, sementara itu para atlet tidak bisa mensterilkan atlet dari masalah yang datang dan pergi dalam kehidupannya. Namun jika ditelaah, rupanya menurut Nasution (2007) ada beberapa faktor yang menentukan mudah tidaknya seorang atlet terpengaruh oleh masalah.
1.      Berpikir positif
Bisa atau tidaknya seorang atlet berpikir positif, bisa mempengaruhi mentalitasnya di lapangan. Kemampuan menemukan makna dari tiap peluang, event, situasi, serta orang yang dihadapi adalah cara untuk menimbulkan pikiran positif. Sering terdengar bahwa pemain A atau B tidak terduga bisa memenangkan pertandingan padahal targetnya adalah berusaha main sebaik mungkin. Alasannya, karena lawannya bagus dan pertandingan ini jadi moment penting untuk meng up grade­ kualitas diri dan permainannya. Artinya, sang atlet mampu melihat sisi lain yang membuat dirinya tidak terbebani ambisi. Pikiran rileks dan fokus pada permainan berkualitas akhirnya mempengaruhi sikap atlet tersebut saat bertanding, dimana jadi berhati-hati dan cermat dalam proses, dan tidak grasah grusuh ingin cepat-cepat mencetak skor.
Pikiran positif bisa menggerakkan motivasi yang tepat, sehingga mengeluarkan besaran energi dan tekanan yang tepat untuk menghasilkan tindakan konstruktif. Dampaknya bisa beragam, bisa kerja sama yang baik, performance yang optimum, atau pun kemenangan.
2.      Motivasi
Tingkat motivasi dan sumber motivasi atlet akan mempengaruhi daya juangnya. Jika kurang termotivasi, otomatis daya juangnya pun kurang. Jika highly motivated, maka daya juangnya juga tinggi. Kalau sumber motivasi ada di luar (ekstrinsik), maka kuat lemahnya daya juang sang atlet pun sangat situasional, tergantung kuat lemah pengaruh stimulus. Contoh, makin besar hadiahnya, makin kuat daya juangnya. Makin kecil hadiahnya, makin kecil usahanya.
Yang paling baik jika sumber motivasi ada di dalam diri, tidak terpengaruh cuaca apalagi iming-iming hadiah. Atlet yang memiliki motivasi berprestasi tinggi, maka sejak awal berlatih dia sudah secara konsisten dan persisten mengusahakan yang terbaik. Kepuasannya terletak pada keberhasilannya untuk mencapai yang terbaik di setiap tahap proses latihan, bukan hanya saat bertanding. Masalah yang ada pasti punya pengaruh, namun selama motivasi internalnya kuat, atlet tersebut mampu untuk sementara waktu menyingkirkan beban emosi yang dirasa memperberat gerakannya.
3.      Sasaran yang jelas
Mengetahui sejauh mana dan setinggi apa sasaran yang harus dicapai, mempengaruhi tingkat daya juang, usaha dan kualitas tempur atlet. Sementara, ketidakpastian bisa melemahkan motivasi. Ketidakpastian ini bentuknya beragam. Kalau tidak jelas siapa musuhnya, sasarannya, medan perangnya, tingkat kesulitannya, targetnya, waktunya, akan membuat sang atlet kebingungan dan energi nya juga tidak fokus, strategi nya pun tidak spesifik dan standar kualitas nya jadi tidak bisa ditentukan, bisa terlalu rendah bisa juga terlalu tinggi. Dalam keadaan membingungkan seperti ini, atlet jadi sangat rentan terhadap masalah.
4.      Pengendalian emosi
Ketidakmampuan mengendalikan emosi bisa mengganggu konsentrasi dan keseimbangan fisiologis. Pengendalian emosi tidak bisa muncul dalam semalam, karena sudah menjadi bagian dari kepribadian atlet. Hal ini bukan berarti tak bisa dirubah, namun perlu proses untuk mengembangkan kemampuan mengelola emosi dengan proporsional. Jadi, jika atlet tersebut masih punya masalah dalam pengendalian emosi, maka atlet tersebut lebih mudah terstimulasi oleh berbagai masalah apapun bentuknya, entah itu kelakuan penonton / supporter, sikap pelatih, tindakan teman-temannya.
5.      Daya tahan terhadap stress
Jika tingkat stres berada di atas ambang kemampuan sang atlet dalam memanage stresnya maka akan mengakibatkan prestasi atlet menurun, namun jika tingkat stres berada dibawah ambang maka atlet tidak akan termotivasi untuk berprestasi. Jika tingkat stres berada pada level toleransi kemampuannya maka atlet akan mampu berprestasi.
6.      Rasa percaya diri
Kurangnya rasa percaya diri akan mempengaruhi keyakinan dan daya juang sang atlet. Masalah yang muncul saat berlatih maupun bertanding bisa saja memperlemah rasa percaya dirinya, meski sang atlet sudah berlatih dengan baik. Apalagi jika masalah yang dihadapi berkaitan dengan konsep dirinya. Misalnya, sang atlet selalu memandang dirinya kurang baik, kurang sempurna, maka seruan "uuuuuu" penonton bisa dianggap konfirmasi atas kekurangan dirinya, meskipun pada kenyataannya atlet tersebut tergolong berprestasi.
7.      Daya konsentrasi
Atlet yang punya kemampuan konsentrasi tinggi, cenderung mampu mempertahankan performance meski ada gangguan, interupsi atau masalah. Kalau daya konsetrasi atlet rendah, maka ia mudah melakukan kesalahan jikalau terjadi interupsi baik saat latihan maupun pertandingan.
8.      Kemampuan evaluasi diri
Kemampuan evaluasi ini juga diperlukan untuk melihat hubungan antara masalah dengan performance-nya. Tanpa kemampuan untuk melihat ke dalam, atlet akan terjebak dalam masalah dan kesalahan yang berulang.
9.      Minat
Jika atlet memang memiliki minat yang tinggi pada cabang olahraga yang dipilihnya maka atlet tersebut akan melakukan olahraga tersebut sebagai suatu kesenangan bukan sebagai beban.
10.  Kecerdasan (emosional dan intelektual)
Kecerdasan emosional dan intelektual merupakan elemen yang dapat memproduksi kemampuan berpikir logis, obyektif, rasional serta memampukannya mengambil hikmah yang bijak atas peristiwa apapun yang dialami atau siapapun yang dihadapi.

N.    Peran Pelatih dalam Membina Kesiapan Mental Atlet
Tidak ada jalan pintas untuk membina kesiapan mental seseorang termasuk atlet, dan tidak ada jalan pintas bagi atlet untuk sampai pada prestasi puncak. Perlu kerja sama yang baik antara at let dengan Pembina atau pelatihnya. Menurut Karyono (2006), pelatih diharapkan menjadi konselor yang mampu memahami karakter atlet asuhannya dan bisa memberikan bimbingan yang konstruktif terutama untuk membangun kesiapan dan kekuatan mental. Beberapa hal yang dibutuhkan oleh atlet:
1.      Giving encouragement than criticism (memberikan dorongan dari sebuah kritikan)
Sikap dan kata-kata pelatih most likely akan didengar dan dipercaya oleh atlet asuhannya. Jika pelatih mengatakan atletnya buruk, lemah, payah, bisa ditunggu dalam beberapa waktu kemudian kemungkinan atlet tersebut akan lemah dan payah. Meski pelatih dituntut untuk tetap jujur dalam memberikan opini dan penilaian, namun hendaknya opini dan penilaian tersebut sifatnya obyektif dan rasional, bukan emosional. Kata-kata kasar yang bersifat melecehkan atau menghina, lebih menjatuhkan moral daripada menggugah semangat.
2.      Respect ( Menghormati )
Relasi yang sehat antara pelatih dan atlet jika di antara keduanya ada sikap saling menghargai. Pelatih memotivasi, menempa mental dan skill ke arah pengembangan diri atlet. Kemampuan untuk menghargai, membuat hubungan antara keduanya tidak bersifat manipulative, saling memanfaatkan. Terkadang tanpa sadar, atlet memanfaatkan pelatih maupun bakatnya sendiri untuk ambisi yang keliru dan pelatih juga menggunakan atlet sebagai extension of her/his image. True respect, mendorong pelatih untuk tahu apa kebutuhan sang atlet; dan mendorong atlet untuk menghargai eksistensi pelatih sebagai orang yang mendukungnya mencapai aktualisasi diri.
3.      Realistic Goal (tujuan yang realistik )
Sasaran realistik harus ditentukan dari awal supaya baik pelatih dan atlet, bisa menyusun break down planning & target. Sasaran harus menantang tapi realistis untuk dicapai. Sasaran yang tidak realistik bisa membuat atlet minder, inferior, atau jadi terlalu percaya diri, overestimate self karena terlalu yakin dirinya sanggup dan pantas untuk jadi juara.
4.      Problem Solving ( pemecahan masalah )
Siapapun bisa terkena masalah, baik pelatih maupun atletnya. Pelatih yang bijak mampu mendeteksi perubahan sekecil apapun dari atlet asuhannya yang bisa mempengaruhi kestabilan emosi, konsentrasi dan prestasi. Perlu pendekatan yang tulus untuk membicarakan kendala atau problem yang dialami atlet supaya bisa menemukan sumber masalah dan mencari penyelesaian yang logis. Jika sang atlet punya masalah dalam mengendalikan kecemasan sebelum bertanding, maka pelatih bisa mengajaknya menemukan sumber kecemasan dan mengajarkan untuk berpikir logis dan rasional. Pelatih bisa memotivasi atlet mengingat momen-momen paling berkesan yang dialaminya dan me review proses yang mendorong keberhasilan di masa lalu. Selain itu, relaksasi progresif (relaksasi otot) dan latihan pernafasan juga bermanfaat menurunkan ketegangan.
5.      Self awareness (kesadaran diri)
Atlet perlu dibekali cara-cara pengendalian emosi yang sehat supaya dapat me-manage kesuksesan maupun kegagalan secara rasional dan proporsional. Ketidakmampuan me-manage kesuksesan bisa membuat atlet lupa daratan karena self esteemnya melambung, sementara kegagalan bisa membuat atlet depresi karena melupakan kemampuan aktualnya. Oleh sebab itu, atlet juga perlu didorong untuk mengenal siapa dirinya, mengetahui dimana kelemahan dan kelebihannya secara realistik, dan memahami di mana titik rentan diri yang perlu di kelola dengan baik. Jika atlet punya pengenalan diri yang proporsional, ia cenderung lebih aware dan prepare terhadap berbagai kemungkinan yang bisa terjadi.
6.      Managing stress and emotion ( mengkontrol stres dan emosi )
Managing emotion juga terkait erat dengan pengenalan diri. Atlet yang bisa mengenal dirinya, akan tahu kecenderungan reaksinya dan dampak dari emosinya terhadap diri sendiri maupun orang lain. Oleh karena itu, pelatih perlu berdiskusi bersama atletnya, hal-hal apa saja yang membuat atlet-atletnya merasa senang, marah, sedih, cemas, dll dan mengenalkan alternative pengendalian emosi. Pengendalian emosi yang sehat, akan mengembangkan ketahanan terhadap stress karena tidak ada penumpukan emosi yang membebani diri dan membuat energy bisa digunakan untuk hal-hal yang produktif.
7.      Good interpersonal relation ( menjalin hubungan interpersonal yang baik )
Hubungan baik dan tulus, jujur dan terbuka antara atlet dan pelatih, bisa memotivasi atlet secara positif. Rasa tidak percaya, tidak mau terbuka, jaim (jaga image), akan mendorong hubungan kearah yang tidak sehat di antara kedua belah pihak. Sikap terbuka dan jujur ini hendaknya sejak awal di tunjukkan oleh pelatih sebagai role model bagi para atlet binaannya. Mengkomunikasikan tujuan, harapan, kritikan (konstruktif), masukan, perasaan, pendapat, kendala bahkan terbuka terhadap kekurangan dan kelebihan diri sendiri akhirnya bisa jadi budaya positif yang membantu para atlet membangun sikap mental positif.





BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Disiplin yang diartikan dalam kaitannya dengan ancaman dan hukuman,dari sisi lain disiplin juga erat kaitannya dengan pengawasan atau kontrol dan proses belajar. Disiplin “self control “ adalah disiplin yang tumbuh karena kesadaran dan penguasaan diri, jadi mengawasi kemungkinan tindakan penyeleweng pada diri sendri. Secara bertahap menumbuhkan disiplin atlet, dapat dimulai dengan menumbuhkan disiplin “under control”, yaitu disiplin dengan pengawasan dari luar, yang dilakukan oleh pelatih dan petugas, yaitu  disiplin yang didasarkan atas penguasaan diri untuk tidak melanggar ketentuan dan peraturan, sesudah memiliki pemahaman dan kesadaran akhirnya atlet disebut akan penuh pada norma-norma.
percaya diri berarti rasa percaya diri terhadap kemampuan atau kesanggupan diri untuk mencapai prestasi tertentu. Atlet yang merasa tidak percaya diri, atau sering disebut diffident, merupakan akibat dari ketidakyakinannya pada kemampuan yang dia miliki. Hal lain yang mempengaruhi kepercayaan diri seorang atlet adalah konsep diri. Konsep diri merupakan sebuah gambaran mengenai dirinya sendiri. Konsep diri seringkali disebut sebagai self perception. Gambaran dan keyakinan mengenai siapa diri kita sangat menentukan rasa percaya diri seseorang.

B.     Saran
Penanaman disiplin dalam buku psikologi olahraga harus dilandasi pengertian pokok mengenai pengendalian diri dan disiplin, yang intinnya menanamkan kepatuhan yang didasarkan atas pemahaman dan kesadaran, serta tanggung jawab. Rasa percaya diri dan kedisiplinan sangatlah penting ditanamkan kepada diri setiap orang. Sebab pengendalian diri atau disiplin yang tertanam dihati para atlet bisa menjadi suatu dorongan semangat, dan agar dapat melakukan latihan disaat stress. Sehingga hati dan pikiran dapat tenang. Latihanpun akan dapat berjalan lancar dan penuh konsentrasi.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Disiplin dan Penguasaan Diri. http://pendidikankepelatihan.
tanggal 24 april 2015 pukul 19.15 wib.
Coseling Center. Self confidence. Diakses dari http://www.conselingcenter.
illinois.edu/?page_id=191(pada taggal 1 mei 2013)
Fauzi, Irman. 2011. Olahraga dalam Membina Nilai-Nilai. http://irman- fauzie.
blogspot.com/2011/07/olahraga-dalam-membina-nilai-nilai.html?m=1
Husdarta. (2010) Psikologi Olahraga. Bandung; Alfabeta.
Pramono, Made. 2011. Kepercayaan Diri dalam Olahraga. http://dosen-kuliah.
pada tanggal 24 april 2015 pukul 19.00 wib.
Setyobrobto, S. 2001. Mental Training. Percetakan “Solo”. Surakarta
Susilowati, Pudji. 2008. Membangun Kesiapan Mental pada Atlet. http://www.e-
Diakses pada tanggal 24 april 2015 pukul 19.30 wib.
Weinberg,R. S & Gould, D. (2007). Foundation of sport and exercise psychology
(4 th ed). U. S of America.

diri.html


2 komentar:

  1. Berita Olahraga terupdate seputar Olahraga Sepak Bola Tim Manchester United
    Gabung bersama Fans MU Ikuti terus Update Setiap Harinya.

    BalasHapus
  2. MAU GANDAKAN DUIT HANYA DENGAN 10rb RUPIAH??

    DISINILAH TEMPATNYA DI P`0`K`E`R`V`1`T`A

    KEPUASAN MEMBER ADALAH PRIORITAS KAMI

    Dengan pelayanan Customer Service professional kami ONLINE 24 JAM proses Depo & WD yang cepat.

    Agen Poker Online Uang Asli Terpercaya di Indonesia

    8 PERMAINAN DALAM 1 USER ID :
    *ADU Q
    *BANDAR POKER
    *BANDAR Q
    *CAPSA SUSUN
    *DOMINO 99
    *POKER ONLINE
    *SAKONG
    *BANDAR 66 (NEW)

    Hubungi Kami :
    Contact Us Person :
    ? WA: 0812-2222-996
    ? BBM : PKRVITA1 (HURUF BESAR)
    ? Wechat: pokervitaofficial
    ? Line: vitapoker

    BalasHapus